Internasional
'Malapetaka' Ini Kian Nyata di Asia, Satu Negara Gelap Gulita

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebanyak 130 juta orang atau 80% dari total populasi Bangladesh harus hidup tanpa listrik selama beberapa jam pada Selasa (4/10/2022) akibat kegagalan jaringan yang tidak dapat dijelaskan.
Bangladesh telah mengalami krisis listrik dalam beberapa bulan terakhir akibat harga energi yang melambung setelah serangan Rusia ke Ukraina. penggunaan listrik pun terus dipangkas untuk berhemat.
Namun, Dewan Pengembangan Tenaga Listrik mengatakan blackout yang terjadi pada Selasa tersebut tidak terjadwal dan belum diketahui penyebabnya.
Juru bicara Shamim Ahsan mengatakan kepada AFP bahwa selain dari beberapa lokasi di barat laut Bangladesh, bagian lain negara itu tanpa listrik, memengaruhi setidaknya 130 juta orang.
Saat malam tiba, jalan-jalan yang biasanya terang benderang di pusat Dhaka, rumah bagi lebih dari 22 juta orang, dan kota-kota lain, menjadi gelap.
Pejabat lain kemudian mengatakan bahwa hanya 60% dari negara miskin, yang merupakan rumah bagi pabrik-pabrik yang memasok pakaian untuk merek-merek Barat, yang terkena dampaknya.
"Pada pukul 9:00 malam, listrik telah pulih di seluruh negeri," kata A.B.M. Badruddoza, juru bicara perusahaan jaringan listrik milik negara kepada AFP.
Ahsan mengatakan masih belum jelas apa yang menyebabkan kejadian itu.
"Masih dalam penyelidikan," katanya, seraya menambahkan bahwa kemungkinan penyebabnya adalah kerusakan teknis.
Krisis Energi
Adapun, harga energi serta makanan sebagai bahan pokok lainnya telah melonjak di seluruh dunia setelah serangan Rusia ke Ukraina.
Ini telah menimbulkan malapetaka pada jaringan listrik Bangladesh, dengan utilitas berjuang mendapatkan cukup solar dan gas untuk memenuhi permintaan.
Mata uang yang terdepresiasi dan cadangan devisa yang makin menipis membuat Bangladesh tidak dapat mengimpor bahan bakar fosil yang cukup, memaksanya untuk menutup pembangkit listrik diesel dan membiarkan beberapa pembangkit listrik tenaga gas menganggur.
Pemerintah memberlakukan pemadaman listrik yang panjang untuk menghemat stok yang ada pada bulan Juli, dengan pemadaman berlangsung hingga 13 jam sehari pada puncaknya.
Puluhan ribu masjid di sekitar negara Asia Selatan yang berpenduduk mayoritas Muslim telah diminta untuk membatasi penggunaan AC untuk mengurangi tekanan pada jaringan listrik.
Pemadaman listrik memicu kemarahan publik yang meluas dan membantu memobilisasi demonstrasi besar-besaran di jalan-jalan Dhaka.
Setidaknya tiga pengunjuk rasa tewas oleh pasukan keamanan selama demonstrasi, sebagian dimotivasi oleh meningkatnya tekanan biaya hidup.
Sekitar 100 lainnya terluka dalam tindakan keras polisi terhadap satu demonstrasi, menurut oposisi Partai Nasionalis Bangladesh.
Inflasi konsumen telah memukul anggaran rumah tangga dengan keras dan pemerintah baru-baru ini berjanji untuk membatasi harga beberapa makanan pokok, termasuk beras, untuk meredam ketidakpuasan publik.
Bangladesh terakhir kali mengalami pemadaman listrik besar yang tidak terjadwal pada November 2014, ketika sekitar 70% negara itu mati listrik selama hampir 10 jam.
[Gambas:Video CNBC]
Kebakaran di Gudang Kontainer Bangladesh, 34 Orang Tewas
(luc/luc)