Harga Minyak Diramal Balik ke US$ 100, Pertalite Batal Turun?
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia diramal bakal kembali lagi ke level US$ 100 per barel seiring dengan adanya kabar negara-negara pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC+ mempertimbangkan untuk memangkas kembali produksi minyak mentah mereka.
Bahkan, pemangkasan produksi minyak kali ini dikabarkan bisa mencapai lebih dari 1 juta barel per hari (bph), terbesar sejak pandemi Covid-19 melanda dunia pada akhir 2019 lalu. Hal tersebut diketahui dari beberapa sumber OPEC+ kepada Reuters.
Pada Rabu (05/10/2022) ini sejumlah negara yang tergabung dalam OPEC+ akan mengadakan pertemuan di Vienna, Austria, untuk memutuskan kebijakan produksi minyak selanjutnya.
Stephen Brennock, seorang analis senior di PVM Oil Associates di London, mengatakan bahwa tampaknya ada beberapa potensi kenaikan harga minyak setelah kerugian besar pada September.
"Peningkatan lebih lanjut dalam aktivitas perdagangan, ditambah dengan pengetatan fundamental minyak jangka pendek bisa mendorong harga minyak kembali ke US$ 100 per barel," kata Brennock dalam sebuah catatan penelitian, dikutip dari CNBC Internasional, Selasa (04/10/2022).
Hal senada juga diungkapkan analis Goldman Sachs. Analis Goldman Sachs juga memperkirakan harga minyak jenis Brent bisa mencapai tiga digit selama tiga bulan ke depan, sebelum menanjak ke US$ 105 per barel selama enam bulan.
Sementara untuk jenis WTI diperkirakan akan melonjak ke US$ 95 per barel pada akhir tahun ini, sebelum menyentuh level US$ 100 per barel dalam enam bulan ke depan.
Menurut CIO Pickering Energy Partners, Dan Pickering, para menteri OPEC tidak akan datang ke Austria jika tidak melakukan apa-apa. Oleh karena itu, dia memperkirakan pertemuan pada Rabu besok akan ada rencana pemotongan produksi yang bersejarah.
"Para menteri OPEC tidak akan datang ke Austria untuk pertama kalinya dalam dua tahun (sejak 2020) untuk tidak melakukan apa-apa. Jadi akan ada potongan dari beberapa jenis bersejarah," tutur Dan Pickering.
Namun, Pickering mengatakan dia memperkirakan jumlah aktual barel yang keluar dari pasar kemungkinan akan sekitar 500.000 bph, yang "akan cukup untuk mendukung pasar dalam waktu dekat."
Pickering pun memperkirakan bahwa harga minyak tidak akan turun hingga ke level US$ 50-60 per barel.
"Ini akan terjadi jauh lebih tinggi, dan mereka menunjukkan tekad untuk melindungi harga. Mereka tidak terlalu khawatir tentang permintaan."
Seperti diketahui, meski minggu lalu harga minyak sempat turun di bawah US$ 80 per barel, namun kini harga minyak kembali meningkat dan mendekati US$ 90 per barel.
Pada Senin (3/10/2022) harga minyak Brent ditutup US$ 88,86 per barel, turun 1,02% dibanding posisi sebelumnya. Sementara jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) melesat 5,21% ke US$ 83,63 per barel.
Lantas, apa artinya ini bagi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri? Meski harga BBM non subsidi telah turun pada 1 Oktober 2022 lalu, pemerintah masih bergeming dan tetap tidak menurunkan harga bensin Pertalite (RON 90) dan Solar subsidi.
Apakah dengan ramalan harga minyak akan kembali ke US$ 100 per barel, artinya harga Pertalite ini tidak akan diturunkan?
Berdasarkan data Kementerian Keuangan RI, dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar US$ 105 per barel dan kurs Rp 14.700, maka harga keekonomian Pertalite mencapai Rp 14.450 per liter. Perlu diketahui, kurs pada Senin (03/10/2022) juga telah melemah menjadi Rp 15.300.
Pengamat Ekonomi dan Energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan bahwa harga Pertalite bisa turun bila harga minyak dunia stabil di level US$ 80 per barel.
Menurutnya, subsidi energi yang membengkak sampai Rp 502 triliun dan bahkan diperkirakan bisa mencapai Rp 653 triliun karena sejak beberapa bulan lalu harga minyak mentah dunia naik gila-gilaan atau berada di atas US$ 100 per barel.
"Turunnya harga minyak mentah dunia di level US$ 80 per barel mestinya menurunkan subsidi," ungkap Fahmy kepada CNBC Indonesia, dikutip (3/10/2022).
Fahmy menilai harga BBM Pertalite bisa turun Rp 2.500 per liter atau menjadi Rp 7.500 per liter dari yang saat ini Rp 10.000 per liter jika harga minyak bisa stabil di level US$ 80 per barel.
"Penurunan Pertalite sekitar Rp. 2.500 dan Pertamax sekitar Rp 2.300 per liter," tegasnya.
(wia)