Ternyata! Ini 'Biang Kerok' Resesi Berjamaah di 2023

Hadijah Alaydrus, CNBC Indonesia
28 September 2022 11:11
Dunia Terancam Resesi Berjamaah di 2023, Nasib RI Gimana?
Foto: Dunia Terancam Resesi Berjamaah di 2023, Nasib RI Gimana?

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi dunia tengah terancam badai resesi ekonomi yang dipastikan menghampiri pada 2023. Ramalan Bank Dunia hampir semua negara maju dan berkembang akan mengalami atau terdampak resesi, tak terkecuali Indonesia.

Ekonom Senior Anny Ratnawati menjelaskan bahwa gejolak ini awalnya ditumbuhan oleh stagflasi akibat pertumbuhan permintaan melesat pada tahun ini setelah dunia dilanda pandemi hampir dua tahun lebih.

"Setelah Covid reda, orang mulai bepergian. Agregat demand-nya meningkat. Pada saat yang bersamaan supply side-nya tidak bisa mengikuti itu. Pertama, karena ada supply disruption," kata Anny, dalam program Closing Bell, CNBC Indonesia, dikutip Rabu (28/9/2022).

Disrupsi ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk perang Rusia dan Ukraina.

Alhasil, banyak negara mengalami stagflasi. Stagflasi adalah kombinasi dari inflasi dan stagnasi ekonomi atau mengalami resesi.

Adapun, dunia mengalami kerepotan luar biasa pada tahun ini karena inflasi kelewat tinggi atau hyperinflation.

"Sehingga resesinya diikuti oleh inflasi yang tinggi," paparnya.

Dengan demikian, negara-negara di dunia harus menurunkan inflasi. Pilihannya, dari sisi permintaan, adalah menaikkan suku bunga acuan.

Lantas, apa yang akan terjadi pada 2023?

Anny menjelaskan ketika suku bunga dinaikkan, untuk meredam inflasi, banyak negara akan mengalami soft landing atau ekonomi dari sisi permintaannya turun.

"Kalau demand-nya tertekan karena suku bunga naik, mengalami transmisinya ke investasi, demand-nya di turunkan. Ada kemungkinan growth-nya (ekonomi) turun," kata Anny.

"Growth correction-nya dua. Satu, dia turun, belum minus tapi kalau kebijakan suku bunganya dinaikkan masif di banyak negara, dunia bisa terjadi pertumbuhan ekonomi yang negatif," lanjutnya.

Namun, Anny menilai resesi belum tentu terjadi. Ini tergantung pada bagaimana dunia mengantisipasi.

"AS meyakini kenaikan suku bunganya tidak akan membuat pertumbuhan ekonominya turun. Malah mungkin membuat ekonominya naik karena pasar tenaga kerjanya relatif masih ada," ungkapnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan resesi ini dipicu oleh inflasi yang tinggi akibat melesatnya harga pangan dan energi di sejumlah negara, khususnya Eropa dan AS. Inflasi tinggi memicu bank sentral di negara maju menaikkan suku bunga dan mengetatkan likuiditas.

Dia menegaskan kebijakan tersebut akan berdampak bagi pertumbuhan ekonomi dunia. Bahkan, negara berkembang pun ikut merasakan efeknya.

"Kalau bank sentral di seluruh dunia meningkatkan suku bunga cukup ekstrem dan bersama-sama, dunia mengalami resesi di 2023," ujarnya, dalam Konferensi Pers APBN KITA Agustus, Senin (26/9/2022).

"Kenaikan suku bunga bank sentral di negara maju cukup cepat dan ekstrem dan memukul pertumbuhan negara-negara tersebut," papar Sri Mulyani.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Soal Resesi Global 'Ojo Dibandingke', Ekonomi RI Kuat Kok!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular