Inflasi Eropa Diramal 2 Digit, Suku Bunga Tinggi Jadi 'Obat'?
Jakarta, CNBC Indonesia - Zona Euro telah menghadapi berbagai tekanan ekonomi mulai tubi yakni krisis energi, kekeringan, inflasi meninggi hingga suku bunga yang juga ikut naik. Di tambah lagi, ramalan inflasi akan mencapai dua digit semakin membawa ECB menyusun langkah menaikkan suku bunga meskipun risiko yang dihadapi adalah resesi.
Banyak ekonom yang telah memperkirakan bahwa dunia akan terjun bersama-sama ke jurang resesi pada 2023. Resesi ini tentunya dipicu oleh inflasi yang meninggi akibat melesatnya harga pangan dan energi di sejumlah negara, khususnya Eropa dan AS. Inflasi tinggi memicu bank sentral di negara maju menaikkan suku bunga dan mengetatkan likuiditas.
Bank sentral AS (The Fed) sudah menegaskan akan terus menaikkan suku bunga demi meredam inflasi meskipun akan membuat kesakitan luar biasa pada perekonomian Amerika Serikat. Hal yang sama juga akan dilakukan ECB.
"Bank Sentral Eropa harus terus menaikkan suku bunga secara tegas karena risikonya tinggi bahwa inflasi akan tertahan pada level di atas target 2%," kata Presiden Bundesbank Joachim Nagel, Senin (26/9/2022).
"Risiko bahwa ekspektasi jangka panjang tidak berlabuh tetap tinggi," kata Nagel dalam sebuah pidato yang dikutip dari Reuters.
"Tindakan tegas lebih lanjut diperlukan untuk menurunkan tingkat inflasi menjadi 2% dalam jangka menengah" tambahnya.
Ketika ekspektasi tidak berlabuh, bisnis dan perusahaan kehilangan kepercayaan pada kesediaan bank sentral untuk mengendalikan inflasi dan menyesuaikan dengan pertumbuhan upah yang lebih tinggi, sehingga melanggengkan pertumbuhan harga yang cepat.
ECB telah menaikkan suku bunga utamanya sebesar 125 basis poin menjadi 0,75%, laju kenaikan suku bunga tercepat dalam sejarahnya. Investor sekarang mengharapkan suku bunga deposito melebihi 3% tahun depan, level tertinggi sejak 2008, sebelum puncak krisis keuangan global.
Saat itu, inflasi zona euro, sudah di atas 9%, diperkirakan akan mendekati wilayah dua digit akhir tahun ini dan akan tetap di atas 2% hingga 2024, periode yang sangat panjang yang meningkatkan risiko pertumbuhan harga yang cepat akan mengakar. ECB sendiri menyebut suku bunga bisa saja kembali dinaikkan untuk mengontrol inflasi.
Dalam pernyataannya sebekumnya, ECB juga telah berkali-kali memberikan sinyal bahwa ke depan kenaikan suku bunga acuan masih akan terus dilanjutkan mengingat laju inflasi yang masih jauh dari sasaran target.
"Langkah besar ini mengawali transisi dari tingkat kebijakan yang sangat akomodatif yang berlaku ke tingkat yang akan memastikan pengembalian inflasi tepat waktu ke target jangka menengah 2% ECB," kata lembaga itu dalam sebuah pernyataan yang dikutip CNBC International.
Pembuat kebijakan juga mengatakan bahwa suku bunga akan naik lebih lanjut selama beberapa pertemuan berikutnya, yang bertujuan untuk meredam permintaan dan menjaga dari risiko peningkatan ekspektasi inflasi yang terus-menerus, tetapi setiap perubahan akan terus bergantung pada data dan mengikuti pertemuan demi pertemuan.
Selama konferensi pers, Presiden Lagarde mengatakan ECB jauh dari tingkat yang akan membantu mengembalikan inflasi ke target 2%.
Pada saat yang sama, bank sentral telah secara signifikan merevisi proyeksi inflasi mereka menjadi rata-rata 8,1% pada tahun 2022, 5,5% pada tahun 2023 dan 2,3% pada tahun 2024 sementara pertumbuhan direvisi lebih rendah menjadi 3,1% pada tahun 2022, 0,9% pada tahun 2023 dan 1,9% pada tahun 2024.
ECB sendiri memang telah mempertahankan suku bunga di wilayah negatif sejak 2014 dalam upaya untuk memacu pengeluaran dan memerangi inflasi yang rendah.
Namun saat ini, situasi di Eropa berubah dengan inflasi yang mencapai di atas 9%. Hal ini terjadi sebagai dampak dari perang Rusia dan Ukraina yang mengganggu pasokan energi untuk wilayah Benua Biru.
Tingginya tingkat inflasi tersebut disebabkan oleh kenaikan harga energi yang tetap tinggi, mencapai 38,3% dan kenaikan harga pangan sebesar 10,6%. Selain itu, harga jasa juga naik 3,8% dan barang industri non-energi naik sebesar 5%.
Selain itu, harga jasa juga naik 3,8% dan barang industri non-energi naik sebesar 5%. Adapun, inflasi ini tercatat sebesar 4,3% yoy, juga lebih tinggi dari bulan sebelumnya
Sementara itu, inflasi Agustus 2022 secara bulanan (month-to-month/mtm) tercatat sebesar 0,5%, jauh di atas kenaikan indeks harga konsumen pada bulan sebelumnya sebesar 0,1% mtm.
Dalam kondisi saat ini, ketika berhadapan dengan inflasi yang tinggi, maka kenaikan suku bunga memang diperlukan.
Krisis energi yang menghantam Eropa telah memaksa sejumlah negara untuk mengambil kebijakan khusus demi melindungi perekonomian dalam negeri yang kian terancam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum)