Resesi Sudah Hampir Pasti, Bakal Separah 1998 atau 2008?

haa, CNBC Indonesia
Selasa, 27/09/2022 12:30 WIB
Foto: Infografis/ Perang Kapan Kelar! Rusia Siapkan Kado Kejam di Ultah Ukraina/ Ilham Restu

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membagikan ramalan buruk terkait dengan ekonomi dunia pada 2023. Mantan bos Bank Dunia (World Bank) tersebut memperkirakan resesi global akan terjadi mulai akhir tahun atau awal tahun depan.

Menurut Sri Mulyani, resesi ini dipicu oleh laju inflasi yang tinggi di banyak negara, termasuk Amerika Serikat, Eropa dan Inggris. Inflasi tinggi ini direspons dengan kenaikan suku bunga yang agresif dan cepat oleh bank sentral di dunia.


"Kalau bank sentral di seluruh dunia meningkatkan suku bunga cukup ekstrem dan bersama-sama, dunia mengalami resesi di 2023," ujarnya, dalam Konferensi Pers APBN KITA Agustus, dikutip Selasa (26/9/2022).

"Kenaikan suku bunga bank sentral di negara maju cukup cepat dan ekstrem dan memukul pertumbuhan negara-negara tersebut," tegasnya Sri Mulyani.

Ramalan serupa juga disampaikan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia. Keduanya meyakini 'kegelapan' ekonomi dunia tidak dapat dihindari.

Selain inflasi tinggi yang diikuti oleh pengetatan moneter, perang Ukraina versus Rusia menjadi dalang. Perang telah memicu berbagai macam krisis, mulai dari krisis energi, pangan, hingga sektor keuangan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkesimpulan bahwa perang tidak akan selesai, setidaknya dalam waktu dekat.

"Saat saya bertemu dengan Presiden Putin 2,5 jam diskusi, ditambah dengan bertemu dengan Zelenskyy 1,5 jam berdiskusi saya simpulkan, perang tidak akan segera selesai. Akan lama," kata Jokowi, Senin (26/9/2022).

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra El Talattov mengungkapkan bahwa resesi global pada tahun depan berbeda karakter dan pemicunya dibandingkan krisis keuangan Asia 1998 dan krisis global pada 2008.

Krisis pada 2023 akan bergantung pada perang Ukraina dan Rusia. Melihat perkembangan perang tersebut, dia menilai sulit untuk memastikan kapan perang selesai. Terlebih lagi, kondisi geopolitik kembali panas dengan adanya konflik China dan Taiwan.

Namun, dia menilai efeknya tidak akan besar pada ekonomi Indonesia. Kendati tidak besar, dia tetap berharap pemerintah mengantisipasi risiko ketidakpastian ini tahun depan, terutama di sisi fiskal. Pasalnya, pemerintah harus menekan defisit fiskal ke bawah 3%.

"Sekarang ini risiko bertambah tetapi ruang fiskal sempit," paparnya.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai resesi 2023 lebih cocok dibandingkan dengan resesi 1970-an.

"Ada perang, hyperinflasi, dan pelambatan pertumbuhan di negara maju," ujarnya.

Pada periode 1965-1970, Indonesia tengah berada dalam masa transisi pemerintahan orde lama ke orde baru. "Jadi ada efek resesi global ke instabilitas politik dibanyak negara," katanya.

Oleh karena itu, dia memperkirakan krisis pada 2023 akan berlangsung lumayan lama. Kendati demikian, dia berharap hal ini tidak akan berdampak besar ke Indonesia, mengingat adanya tahun politik pada 2024.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: RI Kejar Target Ekonomi 8%, Ini Kata Mantan Penasihat Trump