
Keran Ekspor Timah Ditutup Tahun Ini? Simak Kata Menteri ESDM

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifn Tasrif mengatakan, pelarangan kegiatan ekspor timah akan dijalankan segera. Pelarangan ekspor itu berlaku supaya kegiatan hilirisasi timah bisa berjalan demi keuntungan negara yang lebih besar.
"Harus segera," terang Menteri Arifin di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (23/9/2022). Sayang ia enggan menjelaskan kapan waktu yang pas pelarangan ekspor timah itu dijalankan.
Sejatinya sejauh ini, kegiatan ekspor timah yang dilakukan oleh Indonesia merupakan logam timah dengan jenis kandungan timah Ingot Sn 99,99 atau 99,99%. Lalu apakah jenis ini yang akan dilarang oleh pemerintah?
Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebutkan bahwa yang akan dilarang adalah jenis timah di bawah timah Ingot. "Turunannya Ingot, masih ada turunannya lagi," terang Menteri Arifin di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (23/9/2022).
Seperti yang diketahui, dalam catatan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia beserta Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI). Kegiatan ekspor logam timah Indonesia pada tahun 2021 menembus 74 ribu ton, naik dibandingkan tahun 2020 yang hanya mencapai 65 ribu ton.
Sementara untuk serapan domestik atau dalam negeri logam timah hanya mencapai 5% dari produksi timah secara nasional. Dalam 10 tahun terakhir transaksi perdagangan timah domestik naik dari 900 ton ke 3.500 ton.
Menanggapi kesiapan hilirisasi dalam negeri, Menteri Arifin menyebutkan bahwa hilirisasi memang harus dipaksakan supaya Indonesia memiliki nilai tambah lebih dalam ekspor mineral khususnya timah. "Dulu kita apa-apa juga tidak siap. Disuruh jadi siap," tandas Menteri Arifin.
Sekjen Asosiasi Eksprotir Timah Indonesia (AETI) sekaligus Anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Jabin Sufianto menjelaskan bahwa selama beberapa tahun belakangan, Indonesia sudah melakukan ekspor timah dalam bentuk timah murni dengan kandungan Sn sampai 99,99. "Timah yang diekspor sekarang sudah merupakan bentuk timah murni," ungkap Jabin, dikutip Jumat (23/9/2022).
Yang terpenting saat ini adalah, bagaimana menyamakan persepsi kepada pemerintah bahwa ekspor timah yang dilakukan sudah bukan produk mentah melainkan timah murni dengan kandungan yang besar. "Kalau nilai tambah sudah 99,99 apakah worth it untuk mengejar yang 0,01," jelas dia.
Sejatinya, AETI dan Kadin sepakat mendukung rencana pemerintah mengembangkan hilirisasi di dalam negeri. Namun hilirisasi tidak bisa dilakukan secara mendadak apalagi jika bisa selesai pada tahun ini. Sejauh ini, dari catatan Jabin, hilirisasi timah yang ada di Indonesia baru mencapai 5% secara keseluruhan. Artinya, jika ingin mengejar hilirisasi mencapai 100% dibutuhkan waktu yang tidak sebentar. "Investasi butuh waktu dan tidak bisa dalam tiga bulan jadi pabrik hilirisasi," ungkap Jabin.
Jabin memperhitungkan, jangan sampai perubahan bentuk timah melalui hilirisasi akan merugikan Indonesia dan menguntungkan negara-negara tetangga. Di mana, negara yang menerima ekspor timah dalam hilirisasi akan kembali mengubah timah dengan bentuk Tin Ingot yang saat ini dimiliki.
"Kita ekspor ke mereka, malah dicetak balik kebentuk ingot dan mereka yang untung. Jadi kami AETI dan KADIN ingin ada kepastian bahwa pemerintah membuat sesuatu kebijakan yang jangan merugikan kami pengusaha, tapi menguntungkan luar negeri. Kita harus bisa membuat road map yang di mana road map itu nantinya jadi acuan untuk hilirisasi bertahap, jadi benar-benar menguntungkan bagi Indonesia," ungkap dia.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Serapan Domestik 5%, Yakin Ekspor Timah Disetop Pak Jokowi?
