
Belum Kelar Krisis Energi, Eropa Dihantam 'Kiamat' Baru

Jakarta, CNBC Indonesia - Uni Eropa (UE) kini mengalami krisis baru, yakni kelangkaan pupuk untuk pertanian. Kondisi ini disebabkan oleh kegagalan kebijakan dan perang Rusia dengan Ukraina, sehingga blok tersebut kekurangan energi yang memberikan efek domino pada sektor lain.
Melansir Forbes, Selasa (20/9/2022), Yara International dari Norwegia mengatakan akan memangkas produksi pupuk berbasis nitrogen dalam menghadapi melonjaknya harga gas alam. Keputusan ini memberikan lebih banyak tekanan pada inflasi pangan di wilayah yang dirusak oleh harga komoditas yang tinggi.
Perusahaan pupuk lain di Eropa untuk sementara menghentikan operasinya karena biaya input yang tinggi, terutama gas alam.
Hal ini makin parah karena Gazprom tidak lagi mengirimkan gas melalui Nord Stream, jalur pipa Rusia-Jerman yang merupakan salah satu sumber utama impor gas alam untuk Eropa Barat. Ini adalah 'hukuman' Putin terhadap Eropa karena mendukung Ukraina.
Grupa Azoty dan PKN Orlen dari Polandia juga mengumumkan rencana untuk berhenti memproduksi pupuk berbasis nitrogen pada bulan Agustus, bersama dengan Yara. CF Fertilizers UK juga sebelumnya btelah berhenti memproduksi pupuk pada September 2021, dengan alasan biaya input yang terkait dengan bahan bakar fosil.
Perlu diketahui, sekitar 70% dari biaya produksi pupuk adalah harga gas alam.
Menurut CRU Group, sebuah perusahaan intelijen bisnis yang mengkhususkan diri dalam komoditas, produsen pupuk di Uni Eropa kehilangan sekitar US$ 2.000 untuk setiap ton amonia yang mereka hasilkan. Amonia terbuat dari satu atom nitrogen dan tiga atom hidrogen adalah komponen kunci dalam pembuatan pupuk.
Pada awal tahun 2021, satu ton amonia merugikan petani di Eropa Barat sekitar US$ 250 per ton. Pupuk yang sama saat ini dijual dengan harga sekitar US$ 1.250 per ton.
Eropa sendiri telah berada dalam mode krisis selama dua tahun, mungkin lebih jika memasukkan waktu Resesi Hebat (Great Recession) pasca-2008 dan Brexit, yakni peristiwa keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa.
Bank Barclays pun dengan tegas mengatakan Uni Eropa sedang menuju resesi yang dalam. Sementara itu, Perusahaan perbankan investasi Goldman Sachs menyebut situasi di Eropa saa ini cukup mengerikan karena kekurangan energi yang berimbas pada industri penting lain.
(tfa/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Krisis Energi di Depan Mata, Eropa Terancam 'Kedinginan'