Internasional

'Kiamat' di AS Ini Makin Ngeri, Ini Bukti Barunya

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
Senin, 19/09/2022 15:35 WIB
Foto: Bendera Amerika Serikat (AP Photo/Charlie Riedel)

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) saat ini tengah menghadapi 'kiamat' tenaga kerja yang belum pernah terjadi sebelumnya. Meski perusahaan menawarkan bonus dan gaji yang tinggi, pekerjaan yang ditawarkan tak kunjung mendapatkan staf.

Saat ini, para pekerja yang kelelahan di bidang pendidikan, perawatan kesehatan, dan industri kereta api mundur dari pekerjaannya setelah berbulan-bulan kekurangan staf. Melansir Washington Post, Senin (19/9/2022), stres bekerja di pekerjaan yang kekurangan staf memainkan peran besar dalam tuntutan pekerja.


Guru di Seattle misalnya, menginginkan rasio guru-siswa pendidikan khusus yang lebih baik, tetapi tidak mendapatkannya. Kondektur dan insinyur kereta api kesulitan meminta cuti sakit dari perusahaannya.

Sementara para perawat yang berhenti bekerja di Minnesota mengatakan mereka mencari jadwal yang lebih fleksibel dan perlindungan karena masalah kekurangan staf. Tercatat sekitar 15.000 perawat keluar dari pekerjaan pekan lalu.

Hal sama juga terjadi pada petugas kesehatan di Michigan dan Oregon belum lama ini. Bahkan mereka sempat melakukan pemogokan kerja. 

"Jika Anda melihat sektor seperti panti jompo, sekolah lokal, rel kereta api, pekerjaan telah jatuh seperti batu," kata seorang profesor ekonomi di Universitas Brandeis dan mantan kepala ekonom Departemen Tenaga Kerja AS, Lisa Lynch, dikutip Senin (19/9/2022).

"Dan dengan itu, Anda melihat peningkatan nyata dalam aksi buruh dan aktivitas pemogokan. Orang-orang lelah dan terlalu banyak bekerja," tambahnya.

Meskipun ekonomi AS telah secara resmi memulihkan 20 juta pekerjaan yang hilang pada awal pandemi Covid-19, kenaikannya tidak merata. Kekurangan besar tetap ada, terutama di industri berupah rendah yang kehilangan pekerja karena peluang gaji yang lebih tinggi di pergudangan, konstruksi, dan layanan profesional dan bisnis.

Sektor industri perhotelan dan rekreasi saja, masih turun 1,2 juta pekerja dari Februari 2020. Sementara sekolah umum kehilangan hampir 360.000 pekerja. Untuk perawatan kesehatan, ada 37.000 posisi belum terisi. Sementara itu transportasi kereta api kekurangan 12.500 pekerja.

Menurut analisis Kamar Dagang AS dari data Departemen Tenaga Kerja, kekurangan tenaga kerja paling menonjol di ritel, di mana sekitar 70% lowongan pekerjaan tetap tidak terisi. Sisanya adalah manufaktur (sekitar 55%) dan rekreasi dan perhotelan (45%).

"Ketika Anda melihat pekerjaan yang mengalami kesulitan dalam perekrutan, itu adalah pekerjaan dengan jam kerja yang sangat panjang, jadwal yang tidak fleksibel, gaji yang tidak besar dan tunjangan yang terbatas," kata seorang profesor di Sekolah Bisnis Kenan-Flagler University of North Carolina yang berfokus pada keuangan dan ekonomi tenaga kerja, Paige Ouimet.

"Menjalankan pekerja Anda seperti ini-meminta mereka untuk melakukan 20, 30% lebih banyak karena Anda kekurangan staf- ini adalah strategi jangka pendek. Anda akan terus kehilangan orang," imbuhnya.

Dalam banyak kasus, pengusaha mulai menaikkan upah dengan harapan dapat menarik pekerja baru. Kenaikan upah tertinggi terjadi di industri dengan bayaran terendah, seperti perhotelan, di mana pendapatan per jam rata-rata naik 8,6% dari tahun lalu, dibandingkan dengan peningkatan 5,2% untuk semua pekerja.

Tetapi sementara kenaikan gaji itu mungkin tidak cukup jauh dalam menarik atau mempertahankan pekerja, para ekonom mengatakan mereka berkontribusi terhadap inflasi. Restoran, maskapai penerbangan, perusahaan perawatan kesehatan, dan penyedia transportasi semuanya mengenakan biaya lebih, sebagian karena kenaikan biaya tenaga kerja.


(tfa/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Konflik Iran-Israel Memanas, Dunia Soroti Manuver Trump