
Sri Mulyani Sebut RI Bisa Tekor Rp 112 Triliun! Kenapa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Ancaman krisis iklim semakin nyata adanya. Tak main main, negara bisa kehilangan potensi ekonomi Rp 112,2 triliun atau 0,5 persen dari PDB pada 2023 akibat perubahan iklim.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali mengingatkan bangsa ini tentang bahaya perubahan iklim terhadap perekonomian. Perubahan iklim dapat memiliki dampak yang lebih luas dan signifikan bagi negara-negara di dunia dibandingkan dengan pandemi Covid-19.
"Indonesia diperkirakan berpotensi memiliki kerugian ekonomi akibat krisis iklim mencapai Rp112,2 triliun atau 0,5 persen dari PDB pada tahun 2023 atau tahun depan," tegas Sri Mulyani, di dalam acara HSBC Summit 2022, dikutip Kamis (15/9/2022).
Salah satu penyebab perubahan iklim ini ditandai dengan konsistennya emisi gas rumah kaca (GRK) di dunia. Indonesia merupakan salah satu kontributor terbesar dengan pergerakan emisi yang cenderung meningkat, meskipun di tahun 2020 tercatat ada penurunan di mana disebabkan karena pandemi Covid-19 maka banyak terjadi pembatasan, baik dari mobilitas maupun kegiatan lainnya yang bisa meningkatkan GRK.
Namun, seiring dengan pemulihan kondisi Covid-19, GRK diproyeksikan akan semakin meningkat karena berbagai aktivitas yang mulai pulih.
Bendahara negara tersebut merujuk pada riset yang diterbitkan lembaga asal Swiss pada tahun lalu. Riset tersebut mengatakan, dunia akan kehilangan lebih dari 10% ekonominya apabila kesepakatan Paris tidak terpenuhi pada 2050.
"Bencana alam terkait perubahan iklim memperkuat argumentasi bahwa ini harus menjadi perhatian global. Meningkatnya frekuensi dan keparahan bencana alam, telah menunjukkan potensi gangguan yang nyata bahkan merusak kemajuan dalam pembangunan ekonomi," kata Sri Mulyani di dalam acara HSBC Summit 2022, dikutip Jumat (16/9/2022).
Sementara, PDB Indonesia bisa merugi hingga 45% pada 2030 jika hal ini terus berlanjut. Potensi kerugian ekonomi Indonesia akibat perubahan iklim ini 0,63% hingga 45% dari PDB pada 2030.
"Indonesia diperkirakan berpotensi memiliki kerugian ekonomi akibat krisis iklim mencapai Rp112,2 triliun atau 0,5 persen dari PDB pada tahun 2023 atau tahun depan," tegas Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam HSBC Summit 2022, dikutip Jumat (16/9/2022).
Profesor Richard Tol dari Sussex University, Inggris memperkirakan dampak negatif pemanasan global akan melampaui dampak positifnya bila terjadi peningkatan suhu sampai 1,1 derajat celsius. Peningkatan suhu tersebut diprediksikan akan tercapai sebentar lagi.
Sejumlah indikator perubahan iklim seperti emisi gas rumah kaca, hingga tinggi permukaan laut sudah menjadi 'alarm' keras untuk setiap negara melakukan mitigasi agar dampak perubahan iklim dapat diatasi.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Ini Dia Beberapa Dampak Nyata Perubahan Iklim!
Perubahan iklim ini panjang rentetan dampaknya dan tak bisa disepelekan. Utamanya terhadap kesehatan manusia dan menyebabkan banyak masalah lingkungan yang pada akhirnya membahayakan manusia.
Selain itu, persoalan lingkungan akan terjadi, di mana fenomena es di kutub-kutub bumi meleleh yang menyebabkan permukaan air naik sehingga menyebabkan banjir.
Sebagai contoh pada periode 2010 hingga 2018, emisi gas rumah kaca sudah naik hingga 4,3% per tahun. Selain itu, suhu rata-rata saat ini meningkat 0,03 derajat celcius yang akhirnya juga berpengaruh ke Indonesia.
Akibatnya permukaan air laut di Indonesia rata-rata naik 0,8-1,2 sentimeter per tahun, dampaknya saat ini sudah banyak kota yang tenggelam karena banjir.
Jika melihat dari sektor pertanian, perubahan iklim dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi pertanian dan dapat berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi.
Salah satu indikator perubahan iklim yaitu suhu dan curah hujan. Perubahan suhu dan pola hujan dapat mengganggu proses pertumbuhan tanaman sehingga menyebabkan produksi menurun hingga gagal panen.
Selain itu, perubahan iklim juga mengubah arus laut dan menyebabkan pengasaman laut, sehingga menyebabkan menurunnya hasil tangkapan ikan.
Sementara, suhu yang terlalu panas dan berkurangnya ketersediaan air akan menghambat produktivitas pertanian. Perubahan iklim juga akan menyebabkan perubahan masa tanam dan panen ataupun menyebabkan munculnya hama dan wabah penyakit pada tanaman yang sebelumnya tidak ada.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produk domestik bruto (PDB) lapangan usaha pertanian atas dasar harga berlaku (ADHB) berkontribusi sebesar 12,98% terhadap PDB nasional pada kuartal II-2022.
Ini hanya dampak yang bisa dibayangkan. Perubahan iklim berlangsung begitu cepat dan merupakan ancaman nyata bagi seluruh rakyat Indonesia, serta ekonomi di dalam negeri.
Indonesia pun melalui Perjanjian Paris telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan upaya sendiri atau 41% dengan bantuan internasional pada 2060.
"Komitmen ini telah diterjemahkan ke dalam strategi jangka panjang kami pada ketahanan iklim rendah karbon, serta emisi karbon netral pada 2060 atau lebih awal," jelas Sri Mulyani.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aum/aum) Next Article Astaga! Ilmuan Warning Dunia Makin Mendidih 5 Tahun Lagi
