
Jangan Kaget, Mobil Pabrikan Tahun Segini Haram Isi Pertalite

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan bahwa kendaraan yang diproduksi sejak Oktober 2018 tidak boleh lagi menggunakan bensin dengan nilai oktan (Research Octane Number/ RON) di bawah 91.
Hal ini sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O.
Peraturan ini berlaku sejak tanggal diundangkan pada 7 April 2017 lalu. Namun ada masa transisi di mana kendaraan bermotor yang diproduksi diberikan tenggat paling lambat 1 tahun 6 bulan untuk kendaraan berbahan bakar bensin untuk memenuhi baku mutu emisi gas buang yang telah ditetapkan di peraturan ini.
Artinya, kendaraan yang diproduksi sejak Oktober 2018 wajib mengikuti spesifikasi BBM yang ditetapkan tersebut, yakni minimal menggunakan bensin dengan nilai oktan 91.
Sementara bensin Pertalite sendiri memiliki nilai oktan 90. Dengan demikian, berdasarkan Peraturan Menteri LHK ini, seharusnya kendaraan yang diproduksi sejak Oktober 2018 tersebut tidak boleh mengonsumsi Pertalite.
Hal tersebut dipaparkan oleh Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro.
"Menurut Permen tersebut untuk kendaraan yang diproduksi setelah Oktober 2018 menggunakan bahan bakar sesuai Permen tersebut," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (14/09/2022).
Pernyataan ini sekaligus mengklarifikasi terkait kabar bahwa pemerintah berencana untuk menghapus bensin Pertalite dan Pertamax. Menurutnya, Permen LHK No.20 tahun 2017 tersebut hanya ditujukan untuk spesifikasi emisi kendaraan baru, bukan untuk seluruh spesifikasi BBM yang beredar di masyarakat.
"Hanya untuk kendaraan yang baru atau diproduksi Oktober 2018," tegasnya.
Dia pun menegaskan, untuk spesifikasi BBM yang boleh berdar di masyarakat merupakan kewenangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Setiap Usaha dan/atau Kegiatan Produksi Kendaraan Bermotor Tipe Baru wajib memenuhi ketentuan Baku Mutu Emisi Gas Buang sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini," bunyi Pasal 2 Permen LHK No.20/2017 ini.
Adapun pemenuhan baku mutu emisi gas buang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan melalui pengujian emisi gas buang, salah satunya dengan ketentuan berdasarkan spesifikasi BBM.
Pada Pasal 3 (2) disebutkan bahwa pengujian emisi gas buang dilakukan dengan menggunakan bahan bakar minyak dengan spesifikasi:
a. cetus api (bensin) dengan parameter: RON minimal 91 (sembilan puluh satu), kandungan timbal (Pb) minimum tidak terdeteksi dan kandungan sulfur maksimal 50 (lima puluh) ppm;
b. kompresi (diesel) dengan parameter: Cetane Number minimal 51 (lima puluh satu), kandungan sulfur maksimal 50 (lima puluh) ppm dan kekentalan (viscosity) paling sedikit 2 (dua) mm2/s dan maksimal 4,5 (empat koma lima) mm2/s;
c. cetus api dan kompresi (LPG) dengan parameter: RON minimal 95 (sembilan puluh lima), kandungan sulfur maksimal 50 (lima puluh) ppm; atau
d. cetus api clan kompresi (CNG) dengan parameter: C 1,C2 minimal 62% (enam puluh dua perseratus) vol, relative density pada suhu 28 derajat C minimal 0,56
(nol koma lima puluh enam).
Lalu, terkait waktu implementasinya diatur pada Pasal 8, yang berbunyi sebagai berikut:
Pada Pasal 8 peraturan ini disebutkan bahwa:
(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Kendaraan Bermotor Yang Sedang Diproduksi dengan kategori M, kategori N, dan kategori 0, wajib memenuhi
baku mutu emisi gas buang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) paling lambat:
a. 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan, untuk kendaraan bermotor berbahan bakar bensin, CNG dan LPG; dan
b. 4 (empat) tahun, untuk kendaraan bermotor berbahan bakar diesel.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ternyata Mobil Keluaran Tahun Segini Dilarang Isi Pertalite!