
Bukan Pemerintah, Siapa yang Paling Banyak Ngutang ke China?

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) merilis data posisi Utang Luar Negeri ULN pada akhir Juli 2022. Hasilnya, ULN kembali mengalami penurunan menjadi US$ 400,4 miliar atau sekitar Rp 5.973 triliun (kurs Rp 14.900/US$) dari akhir Juni US$ 403,6 miliar atau sekitar Rp 6.013 triliun.
Posisi ULN tersebut menyusut 4,1% year-on-year (yoy), lebih besar dari penurunan bulan Juni 3,2% (yoy). Dengan demikian, ULN Indonesia konsisten mengalami penurunan selama 5 bulan beruntun.
Dilihat dari kreditor terbesar, utang dari Amerika Serikat (AS) mengalami penyusutan cukup signifikan menjadi US$ 33,527 miliar dari sebelumnya US$ 34,852 miliar.
Utang ke Singapura yang merupakan kreditor terbesar Indonesia juga turun tipis, begitu juga dari Hong Kong. Sementara utang ke Jepang dan China mengalami kenaikan.
Utang ke China, yang selalu menjadi pembicaraan hangat mengalami kenaikan tipis menjadi US$ 20,839 miliar pada akhir Juli, dari bulan sebelumnya US$ 20,828 miliar.
Namun jika dilihat lebih detail, utang pemerintah ke China mengalami penurunan, utang swasta atau korporasi yang mengalami kenaikan. Korporasi termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) begitu juga dengan perusahaan swasta.
Data dari BI menunjukkan ULN pemerintah ke China pada akhir Juli sebesar US$ 1,494 miliar atau sekitar Rp 22,3 triliun mengalami penurunan dari sebelumnya US$ 1,581 miliar atau sekitar Rp 23,6 triliun.
Sementara ULN korporasi ke Negeri Tiongkok mengalami kenaikan menjadi US$ 19,345 miliar atau sekitar Rp 288,2 triliun pada akhir Juli, dari sebelumnya US$ 19,248 miliar atau sekitar Rp 286,8 triliun.
Secara total, ULN swasta juga mengalami penurunan 1,2% (yoy) menjadi US$ 206,3 miliar pada akhir Juli. Sementara itu utang pemerintah tercatat menurun tajam, 9,95 (yoy) menjadi US$ 187,3 miliar.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Investor Asing Tarik Duit, Utang Pun Turun
Pemicu utama penurunan utang pemerintah pada bulan Juli lalu yakni capital outflow di pasar Surat Berharga Negara (SBN).
"Penurunan ULN Pemerintah terjadi akibat adanya pergeseran penempatan dana oleh investor nonresiden di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global," tulis BI dalam keterangan resminya, Kamis (15/9/2022).
Seperti diketahui, capital outflow yang masif terjadi dari pasar SBN di tahun ini. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) pada bulan Juli capital outflow di pasar SBN nyaris mencapai Rp 29 triliun.
Sepanjang tahun ini hingga 13 September, aliran modal keluar lebih dari Rp 144 triliun. Hal ini membuat pemilikan asing di pasar SBN menyusut ke bawah 15%, jauh dibandingkan akhir tahun lalu yang masih di atas 19%.
Bank sentral AS (The Fed) yang agresif menaikkan suku bunga, begitu juga bank sentral utama lainnya menjadi pemicu capital outflow yang masif. Hal ini berisiko berlanjut, mengingat The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga hingga 100 basis poin pada pekan depan.
Hal ini terlihat dari perangkat FedWatch milik CME Group, di mana pasar melihat probabilitas sebesar 67% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin, dan probabilitas sebesar 33% untuk kenaikan 100 basis poin
Yield obligasi AS (Treasury) menanjak, selisih dengan imbal hasil SBN pun menyempit sehingga memicu capital outflow. Pada akhirnya berpengaruh ke posisi ULN. Penyusutan kepemilikan asing tersebut tentunya berkontribusi signifikan terhadap penurunan ULN Indonesia.
Selain itu, pemerintah juga membayar utang sebesar US$ 925 juta, dengan rincian US$ 275 juta pokok dan US$ 668 juta merupakan bunga.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BI: Utang LN Alami Kontraksi di Januari, Jadi US$404,9 M
