
Tak Terduga! Bos Indofood Bongkar Minyak Goreng Sempat Langka

Jakarta, CNCB Indonesia - Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) Franky Welirang mengungkapkan penyebab kelangkaan minyak goreng yang sempat terjadi di bulan-bulan awal tahun 2022.
Menurut Franky, hal itu sebagai efek domino lonjakan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) di pasar internasional. Hal itu disampaikan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR dengan Dirjen Industri Agro Kementerian Perindusrian (Kemenperin) dengan produsen minyak goreng di Jakarta, Selasa (13/9/2022).
Franky menjelaskan, sebelumnya perusahaannya, yaitu produsen minyak goreng Bimoli, yang merupakan bagian dari Grup Salim, yang juga menaungi Indofood, tidak pernah memproduksi maupun mendistribusikan minyak goreng curah.
"Kami tidak ekspor sama sekali, kami menghasilkan minyak goreng processed untuk industri dan yang bermerek. Kalau ditanya, dulu itu langka karena memang harga CPO tinggi," kata Franky saat menjawab Komisi VII terkait penyebab kelangkaan minyak goreng di dalam negeri.
Seperti diketahui, harga CPO sejak awal tahun ini sempat mencetak 2 kali rekor. Tradingeconomics mencatat, harga CPO internasional sejak awal tahun 2022 terus menanjak hingga rekor pertama di 9 Maret 2022 ke level MYR7.074 per ton.
Setelahnya, harga kemudian melandai lalu menanjak dan terbang ke MYR7.104 per ton pada 29 April 2022. Ini adalah level tertinggi setidaknya dalam 10 tahun.
Perang Rusia-Ukraina yang pecah di bulan Februari 2022, dituding jadi pemicu lonjakan harga CPO dunia. Yang sebelumnya sudah tren menguat sejak tahun 2021.
"Petani senang, harga CPO tinggi karena internasional tinggi. Harga CPO di Indonesia mengikuti internasional. Dan itu dikontrol, ada pungutan-pungutan pajak, termasuk BPDPKS," katanya.
"Yang menyebabkan langka itu, ketika ditetapkan harga minyak goreng murah. Semua rugi. Akibatnya, semuanya nggak bisa menjual hasilnya," tambah Franky.
Memang, sejak harga CPO internasional meningkat diikuti naiknya harga minyak goreng di dalam negeri, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Menteri Perdagangan (Mendag) kala itu, Muhammad Lutfi, agar segera beraksi.
Instruksi Jokowi kemudian ditindaklanjuti dengan kebijakan Lutfi memberlakukan minyak goreng 1 harga, Rp14.000 per liter.
"Nggak ada masa transisi, langsung cut off. Kalau jual di atas Rp14.000 langsung ditangkap. Polisi keliling tangkep-tangkepin," kata Franky.
Padahal, jelasnya, pada saat bersamaan sudah ada minyak goreng yang terjual dan sedang didistribusikan. Yang menggunakan harga yang masih tinggi.
"Akibatnya, kelihatan langka. Itulah yang terjadi," ujar Franky.
Dalam proses perjalanan, imbuh dia, pemerintah kemudian memberlakukan berbagai keputusan dan kebijakan. Hingga kemudian, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengambilalih dengan program minyak goreng curah. Yang kemudian diselaraskan dengan mekanisme pengendalian ekspor.
"Kemenperin mengembangkan SIMIRAH dan semua, kami (produsen minyak goreng) harus ikut dan bisa menjalankan. Karena baru jelas dan tegas. Kami yang tadinya ngga pernah jua curah, mau tidak mau harus menjalankan penjualan curah. Harga Rp14.000. Kami nggak pernah mendistribusikan curah, jadinya ikut mendistribusikan," tuturnya.
Hingga kemudian, lanjutnya, pemerintah melalui Kemenperin melanjutkan perbaikan mekanisme dengan SIMIRAH 2.
"Itu lebih tracking lagi. Hingga kemudian terus merata, harga nasional merata Rp14.000. Dan, itu semua industri minyak goreng, tanpa kecuali," kata Franky.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ternyata Ini Biang Kerok Stok Minyak Goreng Tipis, Harga Naik