RI Punya 'Harta Karun' Hijau, Disiapkan Untuk Pasar Ekspor!

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Rabu, 07/09/2022 17:45 WIB
Foto: Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Jeneponto, Sulawesi Selatan (Ist Kementrian ESDM)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan saat ini PT Pertamina (Persero) tengah mengembangkan bahan bakar masa depan yakni green hydrogen. Bahkan, produksi dari hydrogen sendiri rencananya bakal diprioritaskan untuk pasar ekspor.

Menurut Erick PT Pertamina sendiri bahkan telah menjalin kerja sama dengan mitra strategis di Belanda untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) yakni Pondera Wind Farm. Adapun produksi yang dihasilkan dari PLTB tersebut rencananya akan digunakan untuk produksi green hydrogen.

"Untuk kita terlalu dini tetapi negara lain seperti Jepang-Korea yang industrialisasi yang jauh lebih tinggi membutuhkan nah kita supply dulu. Sampai nanti di satu titik ketika kita udah, kita sudah punya. Rencana awal ekspor tapi bukan tidak mungkin setelah transisi ini terjadi baru kita serap. Market kita besar makanya transisi nya ini penting," ujarnya saat ditemui usai acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Jakarta, Rabu (7/9).


Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) menargetkan produksi pertama bahan bakar green hydrogen atau hidrogen hijau wilayah kerja panas bumi (WKP) Ulubelu dapat dimulai pada 2023. Adapun produksinya ditargetkan dapat mencapai 100 kilogram per hari.

Vice President Business Planning & Portfolio PT Pertamina Power Indonesia, Fuadi Arif Nasution membeberkan proyek percontohan hidrogen hijau yang sedang dikembangkan di daerah Ulubelu dengan target produksi 100 kilogram per hari masih berlangsung.

"Estimasinya sekitar 100 kg/hari, targetnya 2023," ujar Fuadi dalam diskusi Mereguk Peluang Bisnis Transisi Energi Bersih, Rabu (3/8/2022).

Menurut dia, saat ini Pertamina tengah mengurus proses izin lingkungan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dimana perusahaan fokus dalam proses revisi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) yang menjadi salah satu syarat.

"Teknologi yang digunakan ada. Kita sudah memiliki off taker yakni RU Plaju. Tapi saat ini kita fokus pada revisi amdal untuk perizinan makanya ini belum onstream ini, doakan segera bisa launching," kata dia.

Meski begitu, Fuad belum dapat membeberkan besaran investasi yang harus dikeluarkan Pertamina untuk proyek percontohan tersebut. Namun yang pasti investasi untuk green hydrogen cukup besar. "Ini adalah lebih ke arah pilot project untuk memahami prosesnya. Detail rencana investasi belum bisa kami sebutkan kareena menjadi dapur kami," ujarnya.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Mal Jadi Wisata Belanja, Pengusaha Minta Dukungan Pemerintah