Dunia Kacau Balau Bikin BBM Naik, Ekonomi RI Tetap 'Glowing'

hadijah, CNBC Indonesia
06 September 2022 11:40
Simpang Susun Semanggi (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto))
Foto: Simpang Susun Semanggi (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto))

Jakarta, CNBC Indonesia - Guncangan di dalam ekonomi dunia belum berakhir. Setelah dilanda pandemi, dunia dibayangi oleh berbagai krisis mulai dari pangan, energi hingga utang.

Rentetan ancaman besar ini semakin menekan ekonomi dunia yang seharusnya melesat setelah pandemi reda. Kondisi ini dibenarkan oleh Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi Masyita Crystallin dalam paparannya di Webinar ISEI Jakarta, Senin (6/9/2022).

Masyita mengungkapkan risiko pandemi telah bergeser menjadi gejolak ekonomi. Hal ini ditandai dengan inflasi global yang melonjak, pengetatan likuiditas dan kenaikan suku bunga, potensi krisis utang global dan potensi stagflasi.

Akibat hal ini, proyeksi pertumbuhan ekonomi global terkoreksi cukup dalam. IMF memangkas proyeksi ekonomi global sebesar 0,4% tahun ini dan 0,7% pada tahun depan. Ekonomi global diperkirakan hanya akan tumbuh 3,2% tahun ini dan 2,9% pada tahun depan.

"Jika dibandingkan dengan negara berkembang, revisi forecastnya lebih dalam di negara maju karena memang negara maju secara umum lebih sensitif perekonomiannya terhadap ekonomi global," kata Masyita.

Kepala Ekonom Bank Central Asia David E. Sumual menambahkan risiko yang membayangi ekonomi global ke depannya masih berasal dari perang Rusia dan Ukraina. David masih melihat harga komoditas tetap tinggi, meskipun beberapa harga barang mulai melandai, kecuali batu bara dan gas yang masih tinggi.

"Batu bara dan gas ini menjadi tantangan, dimana kelihatannya terkait dengan konflik yang masih terjadi, dimana Eropa masih meningkat ekspornya untuk gas dan batu bara," paparnya.

Tekanan eksternal ini, terutama dari kenaikan harga energi, tidak dapat terus menerus ditahan pemerintah sendirian. Minggu lalu, Sabtu (3/9/2022), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyerah.

"Pemerintah telah berupaya sekuat tenaga untuk melindungi rakyat dari gejolak harga minyak dunia," kata Jokowi.

Namun, menimbang besarnya tekanan terhadap APBN untuk menanggung subsidi energi, pemerintah memutuskan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite, Solar dan Pertamax.

"Ini adalah pilihan terakhir pemerintah yaitu mengalihkan subsidi BBM, sehingga harga jenis BBM yang selama ini mendapat subsidi akan mengalami penyesuaian," tegas Jokowi.

Meskipun rakyat terguncang dengan kenaikan harga BBM, Indonesia ternyata masih memiliki secercah harapan.

Wakil Menteri Keuangan RI Suahasil Nazara mengungkapkan pemerintah masih menargetkan ekonomi RI masih bisa tumbuh 5,1%-5,4% pada tahun ini.

"Di kuartal II, Indonesia tumbuh 5,4%, kalau seluruh semester I, Indonesia tumbuh 5,23%-5,25% sekitar itu. Kita bayangkan pertumbuhan kita di akhir tahun akan tetap berada di range itu antara 5,1%-5,4%," paparnya dalam Squawk Box, CNBC Indonesia, Senin (5/9/2022)

Suahasil melihat kegiatan ekonomi di berbagai daerah di Indonesia tetap menggeliat. Adapun mengenai inflasi, dia mengungkapkan kenaikannya akan tampak pada bulan September dan Oktober.

Pemerintah, lanjutnya, akan memantau terus pergerakan inflasi bulanan. Dia berharap inflasi akan kembali ke pola normal pada November 2022. "Biasanya inflasi seperti ini cepat, dalam 1-2 bulan, kemudian bulan ketiga itu mulai normalisasi," tegasnya.


(haa/haa) Next Article Hot News: Sinyal Kenaikan BBM, Hingga Triple Krisis Ancam RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular