BBM Naik, BI Puji Langkah Pemerintah

haa, CNBC Indonesia
Senin, 05/09/2022 13:04 WIB
Foto: Sejumlah kendaraaan mengisi BBM di salah satu SPBU Pertamina, Jakarta, Kamis (1/9/2022). PT Pertamina (Persero) resmi menurunkan tiga harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi di seluruh provinsi mulai hari ini, Kamis, 1 September 2022. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

CNBC Indonesia, Jakarta - Pemerintah akhirnya tidak lagi kuat untuk menopang kenaikan harga minyak global yang telah melesat di atas US$100 per barel.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun harus menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Harga BBM jenis RON 90 atau Pertalite diputuskan naik dari Rp 7.650/liter menjadi Rp 10.000/liter. Sementara itu, harga minyak diesel atau Solar naik dari Rp 5.150/liter ke Rp 6.800/liter.


"Pemerintah telah berupaya sekuat tenaga untuk melindungi rakyat dari gejolak harga minyak dunia. Saya sebetulnya ingin harga BBM di dalam negeri tetap terjangkau dari subsidi APBN," papar Jokowi, Sabtu (3/9/2022).

Dia menambahkan bahwa keputusan ini adalah pilihan terakhir pemerintah yaitu mengalihkan subsidi BBM. Menyikapi hal tersebut, Bank Indonesia (BI) menghormati keputusan pemerintah.

Direktur dan Kepala Grup Departemen Kebijakan Internasional International BI Haris Munandar menilai APBN Indonesia sudah sangat efektif menjadi shock absorber dari guncangan kenaikan komoditas energi.

"Pendapatan dari komoditas sudah menutupi subsidi tetapi ini tidak dapat berkelanjutan," paparnya.

Pasalnya, APBN yang dikelola pemerintah harus sehat. Selain itu, pemerintah telah berkomitmen untuk menurunkan defisit fiskal ke level di bawah 3% pada 2023.

Dia menilai sebagai negara, Indonesia tidak bisa hidup sendirian. "Kita butuh kredibilitas agar partner dagang dan investasi, rating agency itu percaya bahwa kita melakukan kebijakan makroekonomi yang prudent, yang best practice, sehat dan ini memang dipandang banyak kelemahan dan distrosinya," ungkapnya.

Lebih lanjut, dia melihat kebijakan subsidi ternyata dinikmati oleh kelompok yang tidak seharusnya. "Ini perlu ada koreksi dan tentunya seperti di manajemen perekonomian yang lain selalu ada trade off," ujar Haris.

"Kalau kami di BI sudah mencermati itu dan kami yakin langkah yang ditempuh oleh pemerintah untuk menyesuaikan subsidi ke arah yang lebih sehat sudah optimal," pungkasnya.


(haa/haa)