AS Jual Senjata ke Taiwan US$ 1,1 Miliar, Mau Perang?

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
Sabtu, 03/09/2022 10:20 WIB
Foto: CNBC Indonesia TV

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) mengumumkan paket senjata baru senilai US$ 1,1 miliar ke Taiwan. Negeri Paman Sam ini bahkan berjanji terus meningkatkan pertahanan pulau itu ketika ketegangan meningkat dengan Beijing.

Penjualan senjata ini sebulan setelah Ketua DPR AS Nancy Pelosi mengunjungi Taiwan, yang membuat China meluncurkan unjuk kekuatan yang bisa menjadi uji coba persenjataan.

Melansir AFP, paket persenjataan untuk Taiwan ini disetujui pemerintahan Presiden AS, Joe Biden. Termasuk US$ 665 juta untuk dukungan kontraktor memelihara dan meningkatkan sistem radar dini Raytheon yang dapat memperingatkan Taiwan jika ada serangan datang.


Taiwan juga dikabarkan bakal menghabiskan US$ 335 juta untuk membeli 60 rudal Harpoon Block II yang dapat melacak dan menenggelamkan kapal.

Selain itu juga US$ 85,6 juta untuk lebih dari 100 rudal Sidewinder andalan militer barat untuk daya tembak udara.

Pengumuman itu dikeluarkan satu hari setelah pasukan Taiwan menembak jatuh sebuah drone komersial tidak dikenal di tengah serentetan misterius yang mengejutkan di Taiwan.

Seorang Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan paket penjualan itu penting untuk keamanan Taiwan.

"Kami mendesak Beijing menghentikan tekanan militer, diplomatik, dan ekonominya terhadap Taiwan dan terlibat dalam dialog yang berarti dengan Taiwan," kata Juru Bicara itu.

Departemen AS hanya melihat China mengklaim Taiwan itu sebagai pulau miliknya. Sehingga penjualan ini diusulkan untuk mendukung pertahanan Taiwan.

"AS akan terus mendukung resolusi damai, masalah lintas-selat, konsisten dengan keinginan dan kepentingan terbaik rakyat Taiwan," katanya.

Invasi Rusia ke Ukraina juga menimbulkan pertanyaan yang berkembang, apakah China dapat mengikuti hal yang sama, dan apakah Taiwan dilengkapi peralatan untuk mempertahankan diri.

Juru Bicara Kepala CIA Bill Burns mengatakan Presiden China Xi Jinping masih bertekad untuk mengambil kendali atas Taiwan. Tapi perang Rusia di Ukraina mungkin telah mendorong Beijing menunggu dan memastikan dapat memiliki keuntungan militer yang besar.


(dce)