DEM Indonesia Desak Alihkan Subsidi BBM untuk EBT

Khoirul Anam, CNBC Indonesia
02 September 2022 17:30
Suasana antrian pengemudi motor untuk mengisi BBM di SPBU Pertamina Kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu, (30/3/2022). (CNBC Indoneia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi SPBU (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Indonesia mendesak pengalihan subsidi BBM untuk Energi Baru Terbarukan (EBT).

Sekretaris Jenderal DEM Indonesia Robi Juandry menyampaikan bahwa dana besar impor untuk energi fosil idealnya dapat digunakan untuk pembangunan di berbagai sektor yang dibutuhkan masyarakat secara luas dan kegiatan produktif, misalnya pendidikan, kesehatan, infrastruktur, serta pengembangan EBT.

"Untuk itu DEM Indonesia mendesak agar implementasi menuju transisi energi dari energi fosil ke EBT harus menjadi opsi bersama. Dana besar impor untuk energi fosil idealnya dapat digunakan antara lain untuk pengembangan EBT," jelas Robi dalam keterangannya, Jumat (2/9/2022).

Menurut dia, paradigma menuju transisi energi ke EBT dapat mengurangi energi berbasis impor kepada energi berbasis domestik. Dengan demikian, Indonesia bisa mengoptimalkan EBT menjadi energi listrik yang rendah emisi karbondioksida.

"Dari sini kita bisa menghemat anggaran impor BBM sekaligus mendapatkan lingkungan dan udara yang bersih," lanjut mahasiswa Teknik Kimia Universitas Riau tersebut.

Sejauh ini, kata dia, lambatnya akselerasi EBT di Indonesia dihadapkan pada alasan biaya investasi yang mahal. Jika memang demikian, lanjut Robi, seharusnya anggaran super besar yang digunakan untuk mengimpor dan subsidi BBM dialihkan untuk membiayai dan mensubsidi EBT.

"Sehingga rakyat Indonesia bisa mendapatkan energi yang murah sekaligus bersih. Stop sudah menggelontorkan subsidi untuk energi kotor yang harus impor," kata dia.

Lebih lanjut, dia melihat Indonesia memiliki potensi energi primer berbasis EBT yakni pada panas bumi atau geothermal. Di mana cadangan yang dimiliki Indonesia mencapai 23,9 Gigawatt (GW) atau 40% cadangan geothermal dunia.

"Kalau orang bilang Arab adalah surganya minyak bumi, maka Indonesia adalah surganya geothermal. Paling besar dibandingkan negara-negara lain," kata Robi.

Namun sayang, lanjut dia, kekayaan potensi geothermal Indonesia itu sejauh ini baru termanfaatkan tidak lebih dari 20%.

"Belum lagi potensi EBT lain, seperti energi air, energi matahari, energi angin/bayu, dan potensi-potensi EBT lainnya yang berserak cukup banyak di seantero Nusantara, yang belum dimanfaatkan secara optimal. Upaya pemerintah meningkatkan bauran energi pun hingga saat ini tidak pernah mencapai target," tegas dia.

Dalam kajian DEM Indonesia, jelas Robi, situasi yang timpang ini diakibatkan oleh tidak adanya political will yang jelas untuk beralih ke EBT. Ditambah lagi perilaku masyarakat yang terlalu asyik dengan energi fosil BBM.

"Kita terlalu asyik mengkonsumsi BBM hingga harus mengeluarkan anggaran raksasa untuk impor dan mensubsidi BBM, yang diketahui sangat tinggi emisi karbondioksida. Di sisi lain EBT yang merupakan energi bersih seolah ditelantarkan," tegasnya.

Terkait itu pula, DEM Indonesia siap mengawal upaya pemerintah mengurangi anggaran subsidi BBM. Terutama, jika benar-benar dialihkan pada upaya membangun infrastruktur dan mensubsidi EBT.

"Sedangkan meminimalisir dampak inflasi akibat kenaikan harga BBM subsidi, pemerintah dapat menggelontorkan Bantuan Sosial kepada rakyat miskin," lanjutnya.

Selain itu, DEM Indonesia juga mendesak Pemerintah dan DPR untuk segera merampungkan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan. Sehingga pembangunan industri EBT dapat berjalan pesat.


(dpu/dpu) Next Article Jangan Heran Subsidi Jebol, Konsumsi BBM di RI Boros!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular