Jelang Harga BBM Naik

Pak Jokowi, Bansos BBM Rp 24 T Kurang Nih!

hadijah, CNBC Indonesia
31 August 2022 06:15
Presiden Joko Widodo didampingi Ibu Iriana Joko Widodo menyerahkan Bantuan Modal Kerja (BMK) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng kepada peserta Program Keluarga Harapan (PKH) di Pasar Sungai Duri, Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat, pada Selasa, (9/8/2022). (Foto: Kris - Biro Pers Sekretariat Presiden)
Foto: Presiden Joko Widodo didampingi Ibu Iriana Joko Widodo menyerahkan Bantuan Modal Kerja (BMK) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng kepada peserta Program Keluarga Harapan (PKH) di Pasar Sungai Duri, Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat, pada Selasa, (9/8/2022). (Foto: Kris - Biro Pers Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyiapkan bantuan sosial (bansos) sebesar Rp 24,17 triliun kepada masyarakat sebagai bantalan dari dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)

Bansos ini merupakan dana pengalihan subsidi energi, khususnya BBM. Rencananya, ada 3 jenis bantuan sosial (bansos) yang diberikan.

Pertama, bantuan langsung tuna (BLT) untuk 20,65 juta keluarga dengan besaran Rp 600.000. Kedua adalah bantuan sosial upah (BSU) yang akan disalurkan untuk 16 juta pekerja sebesar Rp 600.000. Ketiga, subsidi transportasi angkutan umum melalui pemerintah daerah (pemda).

Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti mengungkapkan bansos sebesar Rp 24,17 triliun tidak cukup untuk membendung inflasi yang dihasilkan oleh kenaikan harga BBM.

"Memang pemerintah mematok, menargetkan inflasi 6% jika harga BBM naik sekitar Rp 5.000 hingga Rp 7.000. Namun, demikian untuk bantalan sosial hanya Rp 24 triliun masih sangat kurang," ujar Esther dalam Closing Bell, CNBC Indonesia, Selasa (30/8/2022).

Nilai ini bak langit dan bumi, jika dibandingkan subsidi dari BBM sekitar Rp 500 triliun-Rp 600 triliun. "Dibandingkan bansos Rp24 triliun itu sangat kecil," ungkapnya.

Dia berharap bansos yang diberikan pemerintah tidak menjadi solusi sementara, melainkan solusi fundamental.

Menurutnya, pemerintah seharusnya tidak hanya memberikan bantuan tunai, tetapi menyediakan program capacity building sehingga penerima bansos bisa berwirausaha.

Kepala Ekonom Bahan Sekuritas, Satria Sambijantoro setuju dengan pandangan yang menegaskan bahwa bansos Rp 24,17 triliun terlalu kecil.

"Rp 24 triliun kecil sekali. Itu hanya 0,1-0,2% dari PDB," ungkapnya dalam kesempatan yang sama.

Dengan asumsi kenaikan harga Pertalite Rp 10.500 per liter, Satria mengungkapkan pemerintah sebenarnya bisa mendapatkan penerimaan Rp140 triliun dari PPN dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Adapun, jika digabungkan dengan kenaikan solar, pemerintah bisa mengantongi Rp 200 triliun.

Satria mengkalkukasi nilai minimal bansos untuk menghadapi kenaikan harga BBM ini sekitar Rp 60 triliun hingga Rp 80 triliun

"Kalau dihitung saja, penurunan konsumsi rumah tangga, misalnya pertumbuhan 5,5 persen jadi kita asumsikan kenaikan BBM, ya menurunnya ke 4,5% atau 5% atau 1% dari PDB. Kalau sekitar 1% dari PDB, minimal Rp 60 triliun- Rp 80 triliun." paparnya.

Namun, dia mengingatkan sering kali data masyarakat miskin kurang akurat. Ini menjadi tantangan yang harus diselesaikan pemerintah.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Siapa Saja Penerima BLT Rp 600.000? Ini Jawaban Sri Mulyani!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular