Deg-degan Tunggu Kenaikan Harga BBM, Ini Jawaban Pemerintah!

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa subsidi energi yang telah ditambah menjadi Rp 502,4 triliun berisiko kurang seiring dengan kuota Bahan Bakar Mineral (BBM) yang semakin tiris dan tingginya harga minyak.
Sayangnya, pemerintah belum memberikan kepastikan kenaikan harga BBM Solar dan Pertalite yang selama ini dinilai sebagai penambah beban subsidi ratusan triliun.
Total subsidi dan kompensasi berdasarkan Perpres 98/2022 nilainya mencapai Rp 502,4 triliun. Nilai ini naik tiga kali lipat lebih dari subsidi dan kompensasi berdasarkan APBN 2022 awal yang hanya sebesar Rp 152,5 triliun.
Mencermati perkembangan terkini, Sri Mulyani mengungkapkan harga minyak mentah masih terus naik akan mencapai US$105/barel pada akhir tahun, lebih tinggi dari asumsi makro pada Perpres 98/2022, yaitu US$100/barel.
Kemudian, nilai tukar dolar AS terhadap rupiah juga berada di angka Rp14.700, lebih tinggi dari asumsi sebesar Rp14.450.
Sejalan aktivitas ekonomi yang makin pulih dan mobilitas yang meningkat, kuota volume BBM bersubsidi yang dianggarkan dalam APBN 2022 diperkirakan akan habis pada Oktober 2022. Jika harga BBM & LPG tidak naik atau subsidi tidak dikurangi nilainya mencapai Rp 698 triliun, atau kurang Rp 195,6 triliun dari perkiraan awal.
"Apabila terus dibiarkan, anggaran subsidi dan kompensasi harus ditambah. Namun, masalahnya, siapa yang menikmati anggaran subsidi ini? Dari data yang ada, ternyata, BBM bersubsidi lebih banyak dinikmati oleh golongan masyarakat yang lebih mampu. Anggaran subsidi jadi salah sasaran dan tidak adil. Bukan mengurangi kemiskinan, tapi justru menciptakan kesenjangan," ungkap Sri Mulyani dalam laman Instagram @smindrawati, Jumat (28/8/2022).
Di sisi lain, dia berpandangan anggaran sebesar Rp502,4 triliun untuk subsidi energi sebenarnya bisa dipakai untuk membiayai begitu banyak pembangunan yang lebih bermanfaat bagi masyarakat luas dan tepat sasaran.
"Untuk itu, kebijakan subdisi dan kompensasi akan disesuaikan agar APBN dapat memberikan lebih banyak manfaat bagi masyarakat," ujarnya.
Adapun, pemerintah belum memberikan kepastian terkait dengan pengumuman kenaikan harga BBM, Solar dan Pertalite.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan bahwa keputusan kenaikan harga kedua jenis BBM tersebut tidak diumumkan pada pekan lalu.
Menteri Arifin mengatakan, bahwa nilai penyesuaian harga BBM masih dalam pembahasan, di mana Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta supaya kenaikan harga diputuskan secara hati-hati. Maka dari itu, ia enggan buka-bukaan berapa tarif kenaikan harga BBM Pertalite dan Solar Subsidi yang akan diputuskan.
"Belum Minggu ini, kita exercise, pak Jokowi meminta supaya dihitung benar-benar seperti apa dampaknya. Ini dihitung secara keseluruhan dan selalu diingatkan (Presiden Joko Widodo) hitung hati-hati dulu," ungkap Menteri Arifin saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (26/8/2022).
Arifin pun menyampaikan bahwa menteri ekonomi masih akan terus melakukan rapat pada minggu ini, terkait dengan keputusan kenaikan harga dan kuota BBM Pertalite dan Solar, serta pembatasannya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menegaskan bahwa pihaknya masih melakukan hitung-hitungan terkait dengan pengembangan sistem melalui aplikasi, supaya penerima subsidi bisa lebih tepat sasaran. Pasalnya, dia melihat penggunaan BBM seperti Pertalite dan Solar Subsidi masih dipakai untuk mobil-mobil mewah.
"Kalau subsidi bisa masuk ke orang, bisa tepat sasaran. Misalnya Pertalite, mobil-mobil mewah masih mengisi bahan bakar dengan Pertalite. Harusnya kan ndak seperti itu. Harusnya kaya solar yang berkaitan dengan truk untuk transportasi barang atau bus untuk transportasi orang mestinya seperti itu," ungkap Jokowi.
Presiden Jokowi mengungkapkan kendala yang dialami pemerintah. Menurutnya, untuk menyasar subsidi ke orang yang berhak saat ini problemnya masih terdapat di data. Alhasil, kementerian atau lembaga masih ragu-ragu mengambil tindakan dalam pemberian subsidi BBM tepat sasaran ke orang.
[Gambas:Video CNBC]
Pro Kontra Pembatasan Pembelian Pertalite
(haa/haa)