
Sri Mulyani 'Bongkar' Hitungan Subsidi BBM Ratusan Triliun

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani akhirnya buka-bukaan soal perhitungan bengkaknya subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar dan Pertalite. Sri Mulyani mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo berpesan agar Kementerian Keuangan dapat menghitung aspek subsidi BBM dan bisa memberikan penjelasan yang komplit mengenai evoluasi dan perubahan yang terjadi dari sisi APBN.
"Saya akan melakukan beberapa penjelasan maupun kemarin di DPD mengenai kondisi dari APBN terkait subsidi BBM. Jadi supaya bisa lebih menjelaskan dan sekaligus memberikan juga transparansi mengenai desain dari kebijakan pemerintah dari subsidi BBM yang jadi perhatian masyarakat luas," papar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jumat (26/8/2022).
Dari sisi APBN 2022, Sri Mulyani mengaku telah menyampaikan kepada DPR terkait dengan perubahan yang sangat besar terkait dengan asumsi harga ICP. Kemenkeu menghitung bahwa ICP telah meningkat dari US$63 menjadi US$100 per barel.
"Ini juga yang memberatkan Pertamina dan PLN," paparnya.
Oleh karena itu, pemerintah melakukan penyesuaian, baik nilai tukar Rp14.450/US$ dan ICP US$100, pada Juli 2022.
"Sesudah dibahas dengan DPR, maka basis baru disepakati, termasuk kami menyampaikan ICP implikasi US$100, besaran subsidi berubah," ungkapnya.
Postur APBN dengan Perpres 98/2022, pemerintah menyampaikan ada kenaikan komoditas, selain minyak. Perpres itu, kata Sri Mulyani, mengakomodasi perubahan tersebut.
Pendapatan negara naik Rp 420 triliun menjadi Rp 2.266,2 triliun. PNBP juga meningkat Rp 146 triliun menjadi Rp481,6 triliun dari semula Rp 335,6 triliun.
Di sisi pendapatan ada berita baik, tetapi di sisi belanja subsidi meningkat. Alhasil, pemerintah harus menaikkan subsidi. Jika tidak, PLN dan Pertamina tidak dapat bertahan. Subsidi kompensasi meningkat tajam dari Rp 8,5 triliun ke Rp 293,5 triliun.
"Subsidi dan kompensasi itu identik, tapi poinnya membayar untuk komoditas energi yang harganya tidak berubah walaupun harga di luar sudah berubah," ungkapnya.
Dengan demikian, pemerintah memberi subsidi dan kompensasi lewat Pertamina dan PLN untuk rakyat. Alhasil, belanja negara naik menjadi Rp 3.106,4 triliun atau naik Rp 392 triliun.
![]() |
Untuk berjaga-jaga agar masyarakat tidak shock, pemerintah memberikan bantalan subsidi listrik dan bantuan sosial.Dari postur itu, pemerintah masih berharap defisit 4,5% akhir tahun ini.
Pada perjalanannya, mulai Juli 2022, harga minta ternyata tidak juga melandai. Adapun, outlook harga minyak yang dirilis IEA, harga minyak diperkirakan berada di level US$104 per barel dan konsensus harga minyak akan berada di level US$105 per barel.
"Konsekuensinya, kita lihat harga-harga di masyarakat untuk energi tidak berubah, solar ditetapkan oleh Pertamina dengan seizin pemerintah Rp 5.150 per liter, artinya jauh di bawah, hanya 30% dari harga keekonomiannya," paparnya.
Seharusnya dengan ICP US$105 per barel, harga solar Rp 13.950 per liter. Jadi harga jual kepada masyarakat itu hanya 37% dari nilai tersebut.
"Jadi masyarakat mendapatkan subsidi solar 63% atau 8.800 per liter," katanya.
Untuk Pertalite, Sri Mulyani mengungkapkan seharusnya harganya Rp 14.700 per liter. Sementara itu, di masyarakat, harganya Rp7.650 per liter.
"Masyarakat mendapatkan subsidi Pertalite Rp 6.800 per liter," katanya.
Pertamax seharusnya Rp17.300 per liter. Tetapi harga jualnya Rp14.450 per liter.
"Pertamax sekalipun yang dikonsumsi mobil-mobil bagus itu juga disubsidi," tegas Sri Mulyani.
Pada perkembangannya, Sri Mulyani mengungkapkan APBN 2022 harus menaikkan subsidi energi menjadi Rp502,4 triliun dari Rp152,5 triliun. Di mana untuk BBM saja Rp 252 triliun.
Jika pemerintah tidak mengambil alih tekanan, Sri Mulyani mengungkapkan ekonomi kita akan terbebani. Saat ini, Sri Mulyani memperkirakan konsumsi Solar dan Pertalite bisa melampaui target awal.
Untuk solar, kenaikan kuotanya sebesar 17,44 kilo liter atau 115% dari kuota yang dianggarkan di APBN 2022, sementara Pertalite bisa tembus 29,7 juta kilo liter.
"Artinya, Pertalite akan mencapai 126% dari kuota," ungkap Sri Mulyani.
Alhasil, kuota Solar 15,1 juta kilo liter dan Pertalite 23,05 juta kilo liter akan habis pada Oktober.
"Apabila tren ini dibiarkan terus, dengan forecast harga minyak dan kurs kita di Rp14.700, maka kita akan perlu lagi menambah anggaran subsidi kompensasi perlu di tambah Rp 195,6 triliun," ungkapnya.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article DPR Usul Kendaraan Ini Yang Berhak Isi BBM Subsidi