
Punya "Senjata" Ini, Putin Pede Bikin Eropa Bertekuk Lutut

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang Rusia dan Ukraina telah berlangsung lebih dari 6 bulan. Kedua belah pihak pun saling mengeklaim tengah unggul.
Terkait hal tersebut, tampaknya Rusia masih memiliki amunisi yang patut diperhitungkan oleh Ukraina dan sekutunya.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, kini bertaruh bahwa meroketnya harga energi dan kemungkinan kekurangan pada musim dingin ini akan memaksa negara-negara Eropa untuk mendorong Ukraina melakukan gencatan senjata.
Hal tersebut diungkapkan dua sumber Rusia yang dekat dengan Kremlin. Cara tersebut menjadi satu-satunya jalan menuju perdamaian yang dilihat Moskow, mengingat Kyiv mengatakan tidak akan bernegosiasi sampai Rusia meninggalkan seluruh Ukraina.
"Kami punya waktu, kami bisa menunggu," kata salah satu sumber yang dekat dengan pihak berwenang Rusia, yang menolak disebutkan namanya, dikutip dari Reuters, Jumat (26/8/2022).
"Ini akan menjadi musim dingin yang sulit bagi orang Eropa. Kita bisa melihat protes, kerusuhan. Beberapa pemimpin Eropa mungkin berpikir dua kali untuk terus mendukung Ukraina dan berpikir sudah waktunya untuk kesepakatan," imbuhnya.
Sumber kedua mengatakan Moskow mengira mereka sudah bisa mendeteksi persatuan Eropa yang goyah dan berharap proses itu akan dipercepat di tengah kesulitan musim dingin.
"Akan sangat sulit jika (perang) berlanjut ke musim gugur dan musim dingin. Jadi ada harapan mereka (Ukraina) akan meminta perdamaian," kata sumber itu.
Belum ada tanggapan langsung dari Kremlin, yang menyangkal Rusia menggunakan energi sebagai senjata politik.
Adapun, Ukraina dan pendukung Baratnya yang setia mengatakan mereka tidak memiliki rencana untuk mundur dan para pejabat AS yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan mereka sejauh ini tidak melihat tanda-tanda dukungan untuk Ukraina goyah.
"Uni Eropa telah bersama Anda dalam perjuangan ini sejak awal. Dan kami akan bertahan selama diperlukan," tutur Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen.
Sejauh ini, pasukan Ukraina berhasil menggagalkan upaya Rusia untuk merebut ibu kota Kyiv dan kota kedua Kharkiv setelah secara teratur menghancurkan dan mengganggu jalur pasokan Rusia. Mereka juga menenggelamkan Moskva, kapal utama Armada Laut Hitam Rusia, serta menimbulkan kerusakan besar pada pangkalan udara Rusia di Krimea yang dianeksasi.
Kyiv juga telah lama berbicara tentang serangan balasan besar-besaran untuk merebut kembali wilayah selatan, meskipun Rusia sibuk membangun pasukannya sendiri di sana, dan tidak jelas kapan itu akan terwujud.
Di sisi lain, kebuntuan geopolitik telah melambungkan harga energi ke rekor tertinggi. Uni Eropa melarang batu bara Rusia dan menyetujui larangan sebagian impor minyak mentah Rusia untuk menghukum Moskow atas "operasi militer khusus" yang diluncurkan tepat enam bulan lalu pada 24 Februari.
Rusia pun melakukan serangan balik dengan memotong suplai gas ke Benua Biru yang sangat bergantung pada komoditas tersebut. Kremlin menyalahkan berkurangnya aliran gas pada masalah teknis, sanksi Barat, dan penolakan beberapa negara untuk membayar dalam rubel.
Sementara itu, Eropa sejatinya telah berusaha untuk meningkatkan ketahanan terhadap tekanan energi musim dingin ini dengan mencari pasokan alternatif dan mendorong melalui langkah-langkah penghematan energi.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Pemberontak Kuasai Desa, Rusia Terancam Perang Saudara