Gegara Minyak & Rupiah, 2 BUMN Ini Bisa Kena Sial di 2023!
Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) akan mengalami tekanan luar biasa dari potensi pergerakan harga minyak pada 2023.
Dalam Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 2023, pemerintah melihat potensi harga minyak pada tahun 2023 masih diliputi ketidakpastian.
Jika terjadi kenaikan, tetapi tidak disertai dengan penyesuaian harga jual eceran produk turunan minyak bumi, perusahaan BUMN sektor energi ini bisa mengalami penurunan pendapatan.
"Pada PT Pertamina (Persero), kondisi ini berdampak signifikan terhadap penerimaan perusahaan karena harga jual produknya yang ditetapkan Pemerintah di bawah harga keekonomian," tulis pemerintah dalam Nota Keuangan dan Pelaporan RAPBN Tahun 2023.
Atas kondisi ini, pemerintah melihat risiko fiskal yang timbul adalah peningkatan kebutuhan alokasi anggaran subsidi dan kompensasi BBM yang besar sehingga berpotensi menurunkan kontribusi bersih PT Pertamina (Persero) terhadap APBN.
Adapun, risiko harga minyak dinilai tidak terlalu berdampak terhadap PT PLN (Persero). Pasalnya, porsi penggunaan minyak semakin kecil sehingga kenaikan harga minyak tidak memberikan tekanan secara signifikan terhadap penurunan pendapatan perusahaan.
Namun demikian, pemerintah tetap melihat kenaikan harga komoditas energi lainnya yang mengikuti pergerakan harga minyak seperti gas dan komoditas energi lainnya yang belum menerapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) harga, secara agregat memberikan tekanan terhadap kenaikan biaya produksi listrik PT PLN (Persero).
Penurunan nilai rupiah terhadap mata uang US$ juga menyebabkan kenaikan biaya operasi BUMN energi karena sebagian transaksi di sektor hulu, baik migas maupun listrik masih menggunakan nilai dolar AS atau setara dolar AS.
Selain itu, volatilitas valas juga berpengaruh secara signifikan terhadap nilai aset dan utang bersih BUMN sektor energi.
Pada 2023, Pertamina dan PLN rencananya akan menerima subsidi dan kompensasi mencapai Rp336,7 triliun. Angka itu terdiri dari nilai subsidi yang mencapai Rp210,7 triliun dan kompensasi Rp126,0 triliun.
Sayangnya, nilai subsidi dan kompensasi tersebut masih di bawah nilai subsidi dan kompensasi pada tahun ini.
Hal itu mengingat harga minyak mentah dunia yang diasumsikan pada tahun depan relatif lebih rendah atau hanya US$ 90 per barel dibandingkan pada tahun ini berada di level US$100 per barel.
(mij/mij)