Menteri ESDM Sebut RI Waspada di Kuartal IV, Ada Apa?

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Jumat, 19/08/2022 15:20 WIB
Foto: Menteri ESDM Sidak Lima SPBU di Samarinda (Tangkapan layar)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memperingatkan agar di kuartal ke empat tahun 2022 ini semua pihak harus waspada. Pasalnya, permintaan minyak diperkirakan masih akan tetap tinggi dalam beberapa waktu ke depan.

Sementara harga minyak mentah di pasar global masih bertengger di level yang cukup tinggi. "Kita harus waspadai kuartal empat nih kan itu demand minyak masih tinggi untuk listrik, terutama di negara2 yang ada musim dinginnya, Kita harus antisipasi," ujar Arifin saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (19/8/2022).

Untuk di dalam negeri sendiri, Arifin menyadari bahwa permintaan akan Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti Pertalite terus melonjak. Oleh sebab itu, pemerintah bakal menetapkan aturan mengenai pembatasan pembelian Pertalite.


Menurut Arifin setidaknya terdapat beberapa opsi kebijakan yang akan diambil pemerintah mengenai rencana pembatasan pembelian BBM jenis Pertalite. Salah satunya dengan melihat spesifikasi kendaraan yang berhak mengkonsumsi bahan bakar sejuta umat tersebut.

"Kita nanti minta mengenai orang yang harus memakai Pertalite itu yang jenis kendaraan yang kayak apa. Itu kita akan perbaiki dan lewat Mypertamina juga melalui digitalisasi. Sekarang sudah mulai bergulir," ujarnya.

Lebih lanjut, Arifin menegaskan meski stok BBM jenis Pertalite saat ini sudah mulai tipis, namun ia terus mengupayakan agar masyarakat tidak kekurangan BBM. Mengingat BBM jenis Pertalite diperuntukkan untuk masyarakat yang daya belinya belum cukup. "Jangan sampai yang udah cukup satu rumah punya 3 mobil, 5 mobil," ujarnya.

Seperti diketahui, pemulihan ekonomi dunia yang semakin cepat dari pandemi Covid-19 telah memicu peningkatan konsumsi energi. Sementara secara bersamaan, sejak akhir tahun lalu perang Rusia-Ukraina telah membuat 4% pasokan minyak ke pasar dunia terganggu.

Komisaris Utama PGN, Arcandra Tahar sebelumnya mengatakan kondisi ini telah berdampak pada harga energi yang terus melambung dan mendorong lonjakan inflasi serta krisis energi di beberapa negara di dunia. Adapun perang Rusia-Ukraina telah berdampak luas, utamanya pada masalah pangan dan energi.

"Banyak negara di Eropa yang mengalami krisis energi mulai kembali melakukan eksplorasi terhadap energi fosil yang sebelumnya mereka abaikan," ujar Arcandra di Jakarta, Kamis (18/8).

Arcandra menilai dalam upaya mewujudkan net zero carbon pada tahun 2050-2060, di dunia terdapat dua paradigma besar. Negara-negara di Eropa fokus untuk mengembangkan renewable dan membatasi eksplorasi migas, termasuk penggunaan batubara.

Sementara Amerika Serikat tetap berpendirian bahwa energi fosil masih akan menjadi sumber utama energinya. Dampak peningkatan karbon dalam penggunaan energi fosil direspon Amerika dengan optimalisasi teknologi.

"Kita sudah lihat sejak tahun lalu Eropa mengalami krisis energi. Kondisi itu semakin parah ketika terjadi perang Rusia-Ukraina. Saat ini Eropa merespon ancaman energi ini dengan kembali mendorong eksplorasi dan eksploitasi minyak," ujarnya.

Sejumlah negara di Eropa diketahui telah melakukan berbagai upaya untuk memperkuat kembali pasokan energinya. Pasalnya, perang Rusia-Ukraina belum diketahui dengan pasti kapan akan berakhir.

Norwegia misalnya, yang sebelumnya berusaha memangkas produksi migas dari 4 juta barel per hari menjadi 1 juta barel per hari pada tahun 2050, saat ini justru menawarkan blok-blok migas baru.

Langkah yang sama juga dilakukan oleh Inggris dan Belanda yang mempercepat Final Investment Decision (FID) pada blok-blok migas yang selama ini tersendat. Kedua negara juga mempermudah perijinan serta memberikan insentif pajak dan fiskal agar lapangan-lapangan marginal bisa segera dikembangkan.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Hanif Faisol: Jabodetabek Harus Pakai BBM Standar Euro IV