Biang Kerok Bunga Kredit RI Tinggi: Bank Boros & Tak Efisien!
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Keuangan mengungkapkan saat ini ada beberapa hal yang harus disikapi dalam industri perbankan di dalam negeri, salah satunya overhead cost perbankan.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam rapat kerja dengan Badan Legislasi DPR, Kamis (18/8/2022).
"Kalau kita lihat, perbankan kita ada yang perlu disikapi. Overhead cost perbankan Indonesia masih tinggi dibandingkan negara-negara-negara di kawasan," jelas Suahasil.
Overhead cost yang dimaksud meliputi biaya pengelolaan usaha dari bank secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi biaya kredit, seperti biaya pengelolaan sarana prasarana bank, biaya sumber daya manusia, biaya promosi, biaya gaji, biaya pengelolaan aset bank, serta biaya operasional.
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, overhead cost perbankan Indonesia saat ini mirip seperti Filipina, namun masih kalah jauh dari Vietnam, Thailand, dan Malaysia. "Di sana lebih murah overhead costnya terendah," jelasnya.
Selain itu, net interest margin (NIM) perbankan di Indonesia, menurut Kementerian Keuangan juga lebih tinggi dibandingkan negara-negara kawasan, yang menunjukkan efisiensi intermediasi yang rendah.
Rasio NIM diperoleh dengan membagi antara Pendapatan Bunga Bersih dengan Rata-Rata Aktiva Produktif. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih.
"Tingginya overhead cost dan inefisiensi intermediasi menyebabkan tingkat suku bunga pinjaman lebih tinggi, yang berkontribusi pada ekonomi biaya tinggi," ujar Suahasil.
"Indonesia itu yang sekarang itu 9,59%, dibandingkan negara tetangga kita relatif secara rata-rata tinggi, ini harus kita tangani," ujar Suahasil lagi.
Kendati demikian, jumlah simpanan di bank terus meningkat dari tahun ke tahun. Per Juni 2022, jumlah simpanan masyarakat di bank telah menyentuh Rp 7.676,9 triliun, bertambah Rp 130,5 triliun dibandingkan akhir 2021.
Jumlah simpanan di bank hingga Juni 2022 tersebut setara dengan 59% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Secara rinci, jumlah rekening dengan nominal simpanan Rp 0 - Rp 100 juta mencapai 478,6 ribu akun dengan total simpanan mencapai Rp 975,5 triliun atau hanya 13% dari keseluruhan simpanan yang ada di bank.
"Nah, memang kita lihat agak menarik ya, simpanan yang jumlahnya Rp 0 sampai Rp 100 juta itu ada sekitar 13 persen, namun jumlah rekeningnya hampir 99% (dari total) jumlah rekening. Penabungnya orangnya banyak sekali tapi cuma 13% dari total simpanannya," tuturnya.
Suahasil menjelaskan bahwa jumlah simpanan di bank didominasi oleh pemilik nominal rekening di atas Rp 2 miliar. Mereka jika ditotal memiliki simpanan Rp 4.606,8 triliun atau 60% dari seluruh simpanan yang ada di bank.
"Yang di atas Rp 2 miliar jumlah simpanannya 60%, tapi jumlah rekeningnya, jumlah akunnya hanya 0,07% dari seluruh total rekening. Ini adalah ketimpangan," ujar Suahasil.
Sementara itu, nominal simpanan Rp1 00 juta sampai Rp 2 miliar totalnya mencapai Rp 2.094,5 triliun atau 27% dari keseluruhan simpanan di bank. Ada 6 juta akun yang memiliki nominal rekening Rp 100 juta - Rp 2 miliar.
Dilihat dari rata-rata pertumbuhan simpanan 2015-2021, kelompok simpanan di atas Rp 2 miliar tumbuh paling tinggi, yakni 10,2%. Sedangkan pemilik rekening Rp 100 juta - Rp 2 miliar tumbuhnya 7,3%, dan pemilik rekening Rp 0-Rp 100 juta tumbuhnya 7%.
Pemerintah menginginkan agar ketimpangan antara pemilik rekening jumbo dan kecil dapat diperbaiki. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi itu.
"Aset perbankannya kita besarkan terus, produknya kita perbanyak sehingga masyarakat yang memang membutuhkan itu bisa mengakses produk perbankan, kemudian kita gulirkan terus kegiatan ekonominya," jelas Suahasil.
(cap/mij)