Saran Buat Pak Jokowi: Hati-hati Soal BBM, Utang & 'Jebakan'

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diharapkan waspada akan beberapa hal yang bisa mengancam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan perekonomian. Adalah Bahan Bakar Minyak (BBM), utang dan jebakan 'betmen' kelas menengah.
"Masukan pertama adalah APBN harus diselamatkan. Jika tidak pemerintah sekarang akan mewariskan kondisi APBN yang rentan dan rapuh, bahkan saat ini pun menjadi jalan menuju krisis anggaran atau bahkan resesi seperti telah dirasakan negara-negara lain," ungkap Ekonom senior INDEF, Didik J Rachbini kepada CNBC Indonesia, Kamis (4/8/2022).
Didik mengungkapkan tekanan terhadap APBN salah satunya dikarenakan subsidi energi, seperti bahan bakar minyak (BBM), LPG dan listrik. Tahun ini subsidi yang digelontorkan adalah Rp 520 triliun.
"Presiden Jokowi terkenal berani mengambil kebijakan ekonomi dan keputusan rasional yang objektif dan rasional untuk solusi bangsa meskipun sering kontroversial bagi publik. Di awal pemerintahannya, Presiden tegas mengambil keputusan mengurangi subsidi cukup besar tetapi memberikan subsidi langsung untuk rakyat miskin," paparnya
"Tetapi Presiden pada saat ini seperti gagap untuk mengambil keputusan mengurangi subsidi besar 500 triliun rupiah pada saat ini. Jumlah subsidi ini sama besarnya dengan anggaran pemerintah SBY dengan kurs rupiah relatif tidak berbeda jauh. Tim ekonomi presiden tidak juga memberikan masukan yang benar terhadapĀ masalah ini sehingga APBN pasca pemerintahan sekarang akan rusak berat," terang Didik.
Tekanan APBN juga berasal dari besarnya pembayaran utang dikarenakan penarikan yang tinggi ketika pandemi covid-19. Ke depan penarikan utang harus dikurangi melalui penurunan defisit anggaran.
"Pada tahun depan 2023 pemerintah dan DPR harus mengembalikan defisit di bawah 3 persen sesuai undang-undang yang dibuatnya. Jika rencana tahun depan gagal, maka ini menjadi pelanggaran konstitusi yang serius bagi pemerintah. Atau bisa jadi sesuai karakter DPR yang sekarang akan main-main dengan konstitusi, mengubah lagi target defisit tersebut di atas 3 persen lagi," paparnya.
Didik juga mengharapkan pemerintah lebih serius memperhatikan industri. Khususnya hilirisasi pertambangan dan perkebunan yang menjadi komoditas andalan Indonesia. Hilirisasi penting untuk meningkatkan nilai tambah dan lebih lanjut mendorong perekonomian domestik.
"Untuk kebijakan ke depan, saya mengusulkan agar menjalankan strategi kebijakan ekonomi "outward loking" - strategi berorientasi keluar dengan pilar kebijakan ekspor dan investasi yang berkualitas, bukan investasi yang mengeruk pasar dalam negeri," kata Didik.
Dengan demikian, Indonesia bisa lolos dari jebakan negara berpendapatan menengah alias middle income trap. Seperti halnya Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, Cina dan Vietnam.
"Jika tidak, kita akan stagnan sebagai negara berpendapatan menengah bawah dan sering tergelincir menjadi negara berpendapatan menengah bawah. Sudah 7 tahun lamanya kita tersendat di tingkat pendapatan 4.000 US dollar per kapita tersebut.
[Gambas:Video CNBC]
Uang Rakyat Dibeli Produk Impor, Jokowi: Bodoh Sekali Kita!
(mij/mij)