Eropa Minggir! Rusia Dapat Sumber Cuan Gas Baru, Ini Buktinya
Jakarta, CNBC Indonesia - Rusia sepertinya telah mendapat sumber "cuan" baru untuk penjualan gasnya secara maksimal. Itu adalah China.
Mengutip CNBC International, China dan Rusia kini membangun pipa untuk mengirim gas dari Siberia, melewati Beijing ke Shanghai. Operasi maksimal, diyakini akan terlaksana di 2025.
Pipa itu sendiri bukan hal baru. Ia dibangun sejak. Desember 2022. Perusahaan energi milik negara, Gazprom Rusia dan China National Petroleum Corp, telah membangun pipa selama sekitar delapan tahun.
"Pipa China-Rusia datang saat Moskow menghadapi ancaman kehilangan pembelian gas alam dari Uni Eropa (UE), pelanggan besar yang ingin memotong dua pertiga dari impor gas Rusia karena perang Ukraina," tulis media itu.
"China sendiri telah berusaha untuk mendiversifikasi sumber energinya. Beijing telah menolak untuk mengutuk Moskow atas invasi tak beralasannya ke Ukraina pada akhir Februari," tambahnya.
Menurut data bea cukai China pada Juni, impor gas alam dari Rusia melalui pipa hanya mencapai US$3,81 miliar. Namun, laju pembelian China meningkat pada paruh pertama tahun ini, hampir tiga kali lipat dari tahun lalu menjadi $ 1,66 miliar.
Saat ini, impor gas China dari Turkmenistan masih lebih besar dibanding Rusia. Jumlahnya sekitar US $4,52 miliar, naik 52% dari tahun lalu.
Sementara itu, Rabu, Gazprom resmi menguranginya lagi aliran gas di pipa Nord Stream 1 ke Eropa. Per kemarin, Eropa hanya mendapat 20% gas dari Rusia saja.
Kapasitas maksimal gas yang dapat dialirkan melalui Nord Stream 1 adalah sekitar 160 juta meter kubik (mcm) per hari, 55 miliar meter kubik (bcm) per tahun. Namun sejak Juni, gas yang dialirkan hanya 40% saja dan kini dipotong lagi.
"Karena berakhirnya waktu yang ditentukan sebelum perbaikan ... Gazprom mematikan satu lagi mesin turbin gas yang diproduksi oleh Siemens di Porovaya," kutipan perusahaan dalam Twitternya.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, mengatakan langkah itu adalah "perang gas" dengan Eropa karena sanksi membela negaranya. Menteri ekonomi Jerman, Robert Habeck, mengatakan alasan bahwa pemeliharaan adalah alasan pengurangan pasokan adalah "lelucon".
Langkah baru Rusia ini menempatkan Eropa dalam situasi yang sulit. Benua itu harus bersaing dengan inflasi yang merajalela, perang di Ukraina dan rantai pasokan yang sudah bermasalah setelah pandemi Covid-19.
Wilayah ini sebelumnya telah menerima sekitar 45% dari pasokan tahunannya dari Rusia. Sumber alternatif, seperti gas alam cair (LNG) AS, mungkin tidak dapat menggantikan hidrokarbon Rusia dengan cukup cepat.
"Biaya energi yang tinggi mendorong Eropa Barat menuju resesi," kata S&P Global Market Intelligence dalam sebuah laporan terbaru.
Eropa sendiri kini sepakat memotong energi gas 15% tiap negara dari Agustus hingga Maret 2023. Ini diyakini jadi salah satu cara melepas keteragntungan dengan Rusia.
(sef/sef)