
Program PTBA di Lampung Mampu Bantu RI Stop Impor Tusuk Sate

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Unit Pelabuhan Tarahan melakukan pendampingan dan pengembangan produksi tusuk sate di Desa Sidomulyo, Provinsi Lampung. Bekerja sama dengan Paguyuban Krajan, produksi tusuk sate melibatkan penduduk lanjut usia dan kelompok rentan, seperti janda, difabel, dan rumah tangga miskin.
Adapun sejak 2018 hingga saat ini, sudah ada 23 kelompok pembuatan tusuk sate dengan 129 anggota yang diberdayakan. Total penerima manfaat program ini mencapai 651 orang.
Ketua Paguyuban Krajan, Samadi, mengungkapkan bahwa pengembangan produksi tusuk sate ini membantu mengatasi masalah pengangguran di Desa Sidomulyo. Setiap anggota kelompok pembuatan tusuk sate bisa memperoleh pendapatan Rp 1,2 juta per bulan dari usaha ini.
"Produksi tusuk sate setiap hari bisa 5 kg per orang. Dengan harga tusuk sate Rp 8.000 per kg, penghasilan yang mereka peroleh bisa Rp 1,2 juta per bulan. Dan itu kerja sambilan mereka bisa dikerjakan dengan santai," kata Samadi.
Dia menuturkan, program pengembangan produksi tusuk sate berawal dari keprihatinannya akan ketergantungan Indonesia pada tusuk sate impor. Oleh karena itu, Samadi menargetkan dapat melibatkan hingga 1.000 orang lansia dalam produksi tusuk sate.
"Selama ini tusuk sate itu ternyata impor. Kebutuhannya di Jakarta dan Surabaya sebulan 4 kontainer. Satu kontainer itu 27 ton. Miris rasanya, tusuk sate saja impor. Targetnya diĀ 2022 ini 1.000 lansia kami berdayakan, ini sudah berjalan. Jika 1 lansia bisa memproduksi 5 kg tusuk sate, maka dalam sehari bisa 5 ton. Kalau 5 ton per hari, kebutuhan dalam negeri bisa tercukupi," ujarnya.
Samadi pun mengapresiasi PTBA yang mendukung program ini.
"Bukit Asam Pelabuhan Tarahan seperti orang tua yang telah membuat cita-cita mulia kami terwujud dengan peningkatan penghasilan kelompok rentan, kesiapan workshop mandiri, dan central market," kata Samadi.
Lebih lanjut kata dia, masyarakat yang diberdayakan dari program pembuatan tusuk sate melakukan kegiatan pemberdayaan dan amal dengan menyisihkan sebagian laba penjualan tusuk sate. Di mana dalam setiap bulan laba sebesar Rp 6-8 juta didistribusikan untuk operasional TPQ Mutiara Ummat Insani yang mengasuh 37 santri.
Manager SDM, Umum, Keuangan dan CSR PTBA Unit Pelabuhan Tarahan, Hamdani mengatakan, sinergi antar pemangku kepentingan sangat penting agar kebutuhan tusuk sate dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri.
"Bagaimana agar tusuk sate ini bisa diproduksi seluruhnya di dalam negeri, PTBA menjalankan program ini melalui kolaborasi dengan pemerintah, para praktisi, dan masyarakat," ujar Hamdani.
Dia menjelaskan, pengembangan produksi tusuk sate merupakan bagian dari Program Bamboo for Life yang dijalankan PTBA sejak 2014 di area Pelabuhan Tarahan, kemudian dilanjutkan ke berbagai daerah di sekitar perusahaan. Penanaman bambu dilakukan untuk merestorasi lahan yang gersang.
Secara kumulatif, ada 13.624 unit pohon bambu pada lahan seluas 49 hektare (ha) yang ditanam PTBA di berbagai daerah di Provinsi Lampung. Serapan karbon mencapai 3.509 ton CO2e per tahun.
"Tak hanya konservasi lingkungan, Program Bamboo for Life juga memberi manfaat pada masyarakat. PTBA Unit Pelabuhan Tarahan sejak 2018 membantu masyarakat melakukan hilirisasi bambu. Selain tusuk sate, bambu juga diolah menjadi cuka bambu dengan berbagai produk turunan seperti pupuk organik cair, hand sanitizer, obat herbal cuka bambu, hingga disinfektan," pungkas dia.
Sebagai informasi, Program Bamboo for Life berhasil membawa PTBA meraih penghargaan PROPER Emas secara berturut-turut pada 2020 dan 2021.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Forum Kapasitas Nasional, Kejar Target 1 Juta Bph Migas 2030