Jakarta, CNBC Indonesia - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan cacar monyet atau monkeypox sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama mengatakan perlu meningkatkan kewaspadaan nasional adanya penularan dari penyakit ini.
"Kita perlu meningkatkan kewaspadaan nasional terhadap kemungkinan penularan antara negara dari penyakit Monkey Pox ini," jelas Tjandra yang juga merupakan Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI dalam pernyataannya yang diterima CNBC Indonesia, Minggu (24/7/2022).
Dia juga menjelaskan yang dideklarasikan sebagai PHEIC atau Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMD), bukan semata-mata penyakitnya. Sebab penyakit ini sudah ada sejak lama yakni tahun 1958.
Namun yang dinyatakan WHO adalah multi-country outbreak of monkeypox. Ini karena sudah ada di beberapa negara dengan spesifikasinya.
Tjandra menjelaskan PHEIC menurut International Health Regulation harus mengandung empat aspek. Mulai dari harus secara formal dideklarasikan oleh WHO, kejadian luar biasa, menimbulkan risiko kesehatan masyarakat karena penularan antar bangsa, dan memerlukan koordinasi penanganan secara internasional.
Dalam penetapannya, Dirjen WHO akan membentuk Emergency Committee. Biasanya anggota sepakat menyatakan sebuah kejadian masuk dalam PHEIC atau tidak dan lalu diresmikan oleh Dirjen WHO.
"Untuk yang kali ini, para anggota "Emergency Committee" sudah bertemu dua kali dan belum juga sepakat, tetapi karena kompleksitas masalahnya maka DirJen WHO kemarin menyatakannya sebagai PHEIC/KKMMD," kata Tjandra.
Namun kejadian yang masuk kategori PHEIC belum tentu masuk dalam pandemi. Beberapa penyakit yang dideklarasikan sebagai PHEIC tidak menjadi pandemi.
"Pernyataan suatu penyakit/keadaan sebagai PHEIC/KKMMD maka tentu tidak atau belum tentu adalah pandemi. Beberapa Deklarasi PHEIC/KKMMD selama ini tidaklah menjadi pandemi, seperti Zika, Polio dan Ebola," jelasnya.
Hal serupa juga disebutkan oleh Dicky Budiman. Dia menjelaskan monkeypox bukan berarti pandemi.
Status PHEIC ini juga berbeda dengan pandemi, meskipun memang bisa diikuti sebutan tersebut. Tapi pada kasus monkeypox, Dicky memperkirakan belum akan menjadi pandemi.
"Bahwa penetapan Public Health Emergency Internasional Concern yang berbasis atau berdasar International Health Regulation yang direvisi 2005 yang saya juga terlibat, bukanlah berarti ini adalah pandemi," kata Dicky.
Setelah penetapan, menurutnya harus jadi kewaspadaan global di semua negara. Selain itu harus ada kolaborasi global, upaya termasuk dukungan finansial untuk mendukung pembiayaan baik deteksi, respon, dan riset penyakit ini.
Dia menjelaskan pihak yang berisiko adalah kalangan yang melakukan hubungan intim sesama jenis. Namun juga berpotensi bisa terkena pada populasi umum, bahkan sudah ditemukan pada anak-anak.
"Risiko itu memang ada di kelompok kalangan sejenis, penyuka sejenis disebut MSM, males sex with male. Bukan berarti penyakit yang ada di kelompok gay saja. Tetapi bisa berpotensi pada penularan pada populasi umum, di Afrika karakternya di kelompok masyarakat umum ada kontak erat bahkan negara Barat pada anak, wanita," jelasnya.
"Semua berisiko terkena, tetapi yang berisiko tinggi adalah orang atau kelompok memiliki perilaku keintiman yang tinggi. Terutama melakukan hubungan seksual dengan banyak pasangan tanpa perlindungan juga dengan yang tidak dikenal. Bukan pada laki-laki saja tapi juga pada kelompok laki perempuan, karena klasternya terdeteksi di kelompok itu".