Sri Mulyani Tawarkan Dunia Agar Selamat dari Perubahan Iklim

Cantika Adinda, CNBC Indonesia
14 July 2022 21:21
Indonesia's Finance Minister Sri Mulyani Indrawati speaks during a side event on the G20 Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting in Nusa Dua, Bali, Indonesia, 14 July 2022. Made Nagi/Pool via REUTERS
Foto: REUTERS/POOL

Nusa Dua, CNBC Indonesia - Presidensi G20 menjadi momentum Indonesia dan negara anggota memperkuat komitmen global dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Namun, menuju ekonomi hijau berkelanjutan di berbagai negara juga tak semudah mengembalikan telapak tangan. Perubahan iklim menjadi isu penting bahkan belakangan di anggap lebih mengerikan dari pandemi.

Pembahasan mengenai perubahan iklim ini kemudian dibahas di dalam side event Presidensi G20 oleh Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan India Nirmala Sitharaman, dan Menteri Keuangan Afrika Selatan Enoch Godongwana.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan negara G20 akan membangun kerangka berkelanjutan untuk perubahan iklim.

"Yang selanjutnya kami akan melihat setiap dimensi keuangan berkelanjutan. Indonesia sebagai presidensi akan memberikan saran dan cara terbaik untuk membantu negara berkembang memobilisasi dan meningkatkan akses keuangan melibatkan swasta," jelas Sri Mulyani dalam diskusi bertajuk 'Sustainable Finance For Climate Transition' di Bali, Kamis (14/7/2022).

Sri Mulyani menjelaskan, untuk dapat mengkoordinasikan atau mengatur kebijakan maupun kelembagaan, adalah salah satu yang sangat kompleks. Di Indonesia sendiri misalnya, yang terdiri dari berbagai pulau dan memiliki pemerintah daerah dan kementerian yang berbeda-beda.

Indonesia seperti diketahui berencana untuk memensiunkan batubara pada 2030, sementara lebih dari 60% kebutuhan energi di tanah air masih tergantung dari PLTU batu bara.

Jika batubara dipensiunkan, tentu akan berimplikasi terhadap perusahaan listrik dan rakyat banyak. Sementara untuk membangun energi baru terbarukan memerlukan dana yang tidak sedikit.

"Kita perlu membangun energi terbarukan, betapa mahalnya apalagi di tengah tren suku bunga yang sangat tajam. Instrumen tersebut secara konsisten terus dikembangkan, dengan desain yang lebih transparan dan kredibel," tutur Sri Mulyani.

"Kita harus hitung, karena PLTU ini di bawah PLN memiliki kontrak jangka panjang. Makanya kontrak ini harus terus dihormati," kata Sri Mulyani melanjutkan.

Nirmala mengungkapkan, India akan mencapai kapasitas energi non fosil, kapasitas energi non bahan bakar berbasis 500 gigawatt dan memenuhi 50% semua kebutuhan energi dari energi terbarukan pada 2030. "Semuanya akan dipenuhi lewat pinjaman kami," ujarnya.

Indonesia dan India, di antara produsen dan pengguna batu bara terbesar di dunia. Keduanya telah berkomitmen untuk mencapai emisi nol bersih masing-masing pada 2060 bagi Indonesia dan 2070 bagi India.

Dalam mengurangi emisi gas rumah kaca di India, kata Nirmala sangat sulit dilakukan. Misalnya saja saat melakukan transisi kayu bakar menjadi gas alam untuk memasak.

"Saat ini biaya gas alam naik bukan hanya di India tapi juga banyak negara. Oleh karena itu bagi negara berkembang untuk pindah ke bahan bakar non fosil adalah sebuah resiko," kata Nirmala lagi.

"Teknologi sangat penting untuk pengembangan bahan bakar non fosil. Di India sendiri pendanaan perubahan iklim yang berkelanjutan sangat berat karena pendanaan sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah India," jelas Nirmala.

Godongwana, Menkeu Afrika Selatan juga menjelaskan, sejak 2010 sebesar 90% listrik di negaranya bergantung pada batu bara. Oleh karena itu, dia memandang bahwa transisi energi fosil ke energi terbarukan tak bisa disamaratakan standarnya oleh semua negara.

Pasalnya, kapasitas dan kemampuan pendanaan dari masing-masing negara sangat berbeda. Kendati demikian, transisi energi di Afrika Selatan saat ini berkembang dengan baik.

"Ini adalah tantangan bagi kami. Setiap transisi harus spesifik yang tak terhitung jumlahnya. Anda tidak dapat memiliki satu ukuran yang cocok untuk semua," jelasnya.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada yang Lebih Ngeri dari Covid, Organisme Kecil Kena Dampak!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular