
BBM & LPG yang Naik Tetap Lebih Rendah, Cek Harga Aslinya..

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) baru saja melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi dan Liquefied petroleum Gas (LPG) non subsidi pada 10 Juli kemarin. Kenaikan untuk produk-produk tersebut mempertimbangkan harga minyak di pasar internasional yang saat ini sudah tinggi.
Adapun untuk BBM, Pertamina menaikkan harga tiga jenis BBM seperti misalnya Pertamax Turbo (RON 98), Dexlite dan juga Pertamina Dex. Rinciannya yakni Pertamax Turbo (RON 98) naik dari awalnya Rp 14.500 per liter menjadi Rp 16.200 per liter, Dexlite naik dari Rp 12.950 per liter menjadi Rp 15.000 per liter.
Kemudian, Pertamina Dex naik dari Rp 13.700 per liter menjadi Rp 16.500 untuk wilayah DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Sementara itu, untuk LPG non susbidi perusahaan pelat merah tersebut juga melakukan penyesuaian terhadap ketiga produknya. Antara lain yakni LPG 3 kg berwarna pink yang saat ini harganya dibanderol Rp 58 ribu per tabung, LPG 5,5 kg dibanderol di harga Rp 100.000 sampai Rp 127.000 per tabung, serta LPG 12 kg yang dipatok mencapai Rp 213.000 sampai Rp 270.000 per tabung.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) beberapa hari lalu memastikan untuk BBM jenis RON 90 atau Pertalite dan Solar bersubsidi tidak akan mengalami penyesuaian kenaikan harga. Sekalipun harga minyak mentah dunia yang menjadi dasar penentu harga produk BBM mengalami kenaikan yang signifikan.
"Tidak ada, sampai hari ini kami tidak pernah membahas tentang itu (kenaikan). Oleh karena itu kemarin yang dilakukan pemerintah adalah tambahan anggaran," kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI, Rabu (6/7/2022).
Namun bila dibandingkan dengan harga keekonomian, harga jual BBM dan LPG yang ditetapkan Pemerintah saat ini sangat rendah. Per Juli 2022 misalnya, untuk Solar CN-48 atau Biosolar (B30), dijual dengan harga Rp 5.150 per liter, padahal harga keekonomiannya mencapai Rp 18.150. Dengan begitu, maka untuk setiap liter Solar, Pemerintah harus membayar subsidi Rp 13 ribu.
Berikutnya yakni Pertalite, harga jual masih tetap Rp 7.650 per liter, sedangkan harga pasar saat ini adalah Rp 17.200 per liter. Sehingga untuk setiap liter Pertalite yang dibayar oleh masyarakat, Pemerintah harus mensubsidi sebesar Rp 9.550 per liternya.
Demikian juga untuk LPG PSO, di mana sejak 2007 belum ada kenaikan, harganya masih Rp 4.250 per kilogram, di mana harga pasar Rp 15.698 per kg. Jadi subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah yakni sebesar 11.448 per kg.
Sedangkan untuk Pertamax, Pertamina masih mematok harga Rp 12.500. Padahal untuk RON 92, kompetitor sudah menetapkan harga sekitar 17 ribu. Karena secara keekonomian harga pasar telah mencapai Rp 17.950.
"Kita masih menahan dengan harga 12.500, karena kita juga pahami kalau Pertamax kita naikkan setinggi ini, maka shifting ke Pertalite akan terjadi, dan tentu akan menambah beban negara," ujar Nicke.
Lebih lanjut, Nicke menilai pemulihan ekonomi pasca pandemi telah berdampak pada meningkatnya mobilitas masyarakat, sehingga tren penjualan BBM dan LPG ikut naik. Namun apabila tren ini terus berlanjut, diprediksi Pertalite dan Solar akan melebihi kuota yang ditetapkan Pemerintah. Oleh karena itu, Pemerintah sedang melakukan revisi dari Perpres No.191 tahun 2014, khususnya mengenai kriteria kendaraan yang berhak menggunakan BBM subsidi.
Pertamina sendiri terus berupaya menjaga kuota BBM bersubsidi, agar tidak over kuota. Apalagi berdasarkan data Kementerian Keuangan, sebanyak 40% penduduk miskin dan rentan miskin hanya mengkonsumsi 20 persen BBM, tetapi 60% teratas mengkonsumsi 80 persen BBM Subsidi. Pertamina harus memastikan bahwa BBM Subsidi dipergunakan oleh segmen masyarakat yang berhak dan kendaraan yang sesuai ketentuan.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Aman!Pemerintah Masih Tahan Harga Pertalite & LPG 3 Kg