
MIND ID: Raja Mineral Andalan Program Dekarbonisasi RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia terus mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan, dengan penerapan prinsip ekonomi hijau. Di dalamnya, induk usaha BUMN tambang MIND ID memainkan peran yang krusial dan unik.
Pada prinsipnya, ekonomi hijau (green economy) bukanlah konsep yang baru. Ia merupakan rebranding dari program pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang sudah dipopulerkan di negara Barat sejak tahun 1990-an.
Adalah Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang meluncurkan program tersebut pada November 2008. Inisiatif Ekonomi Hijau (Green Economy Initiatives /GEI) diluncurkan melalui badan organisasinya yakni United Nations Programme (UNEP).
Basis alasannya adalah fakta di mana pertumbuhan ekonomi dunia dari tahun 1981-2005 mencapai 100% lebih, tetapi dibarengi penurunan kualitas lingkungan yang parah, dengan kerusakan ekologi hingga lebih dari 60%.
Setahun kemudian PBB menggelar Sidang Umum dan memutuskan penyelenggaraan Konferensi Pembangunan Berkelanjutan pada tahun 2012 di Brazil yang fokus mengangkat pendekatan dan kerangka kerja institusional green economy agar diterapkan dalam pembangunan berkelanjutan dan penghapusan kemiskinan.
Ia menjadi tolak ukur sebuah pendekatan baru dalam ilmu ekonomi modern, di mana pembangunan tidak lagi beroperasi di atas aktivitas usaha yang dimotori oleh energi fosil, melainkan energi baru dan terbarukan (EBT) yang menghasilkan gas rumah kaca (GRK) minimal.
Targetnya cukup terukur dengan memasukkan dua ekonomi terbesar dunia Amerika Serikat (AS) dan China, serta kawasan Uni Eropa dalam Key Performance Index (KPI) keberhasilan program tersebut.
Indikator Keberhasilan Penerapan Green Economy
- 20 juta pekerjaan di sektor energi terbarukan pada (2030)
- US$ 658 miliar pasar air bersih dan sanitasi (2020)
- 2 juta-3,5 juta lapangan kerja di green building Uni Eropa dan AS
- 30% hektar lebih pertanian dunia berkonsep organik
- 10 juta pekerjaan di energi terbarukan dan daur ulang China
Sumber: UNEP (2012)
Indonesia tidak ketinggalan. Komitmen menuju pembangunan yang seimbang ini terlihat dari peluncuran Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR) yang memuat strategi untuk menghadapi tantangan perubahan iklim hingga 2030 ke depan.
Ada sembilan sektor yang menjadi fokus pembangunan berkelanjutan di Indonesia, yakni kehutanan, energi, industri, transportasi, limbah, pertanian, kelautan-perikanan, sumber daya air, dan kesehatan. Lalu apa hubungannya dengan MIND ID?
Sebagai negara yang diberkahi dengan kekayaan alam dan energi fosil, Indonesia memang memainkan peran penting dalam mengurangi gas rumah kaca dunia, melalui implementasi pembangunan berbasis green economy.
Maklum saja, posisi sebagai eksportir terbesar batu bara thermal dunia dipegang oleh Indonesia sebanyak 480 juta ton (2021). Demikian juga dengan konsumsi batu bara dalam pembangkitan listrik nasional yang sangat besar, mencapai nyaris 60%.
Pada titik inilah transisi energi diperlukan di mana pemanfaatan energi fosil sebisa mungkin dikurangi persentasenya, dengan mendorong ketersediaan energi baru dan terbarukan (EBT), dan mendorong aktivitas ekonomi berbasis energi hijau seperti misalnya transportasi berbasis listrik.
Di tengah situasi demikian, BUMN Holding Industri Pertambangan MIND ID, atau Mining Industry Indonesia, memiliki posisi unik-yang tak dimiliki BUMN maupun perusahaan swasta lainnya-dalam proses transisi energi dan industri menuju green economy.
Beranggotakan PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT Bukit Asam Tbk, PT Freeport Indonesia, PT Inalum (Persero) dan PT Timah Tbk, Mind ID saat ini menjadi kontributor gas rumah kaca (GRK) dan secara bersamaan menjadi agen penting pendorong ekonomi hijau.
Kontribusi GRK perseroan bisa dipahami karena Bukit Asam merupakan perusahaan tambang batu bara yang telah menjalankan bisnis batu bara seabad lebih, yakni sejak era kolonial Belanda di tahun 1919 hingga dinasionalisasi pada tahun 1950.
Terbaru pada tahun 2021, Grup MIND ID menghasilkan emisi karbon berdasarkan Business as Usual (BAU) sebesar 3,335 juta ton CO2e atau setara 0,36% dari total emisi nasional (834 juta ton CO2e). Angka itu terutama bersumber dari kegiatan produksi dan operasional pertambangan.
![]() |
Capaian itu terhitung positif, karena merupakan manifestasi dari pengurangan emisi sebesar 71 ribu ton CO2e atau sebesar 2,13% dari emisi BAU kegiatan produksi dan operasional pertambangan MIND ID sepanjang tahun lalu.
Tahun ini, perseroan menetapkan target penurunan emisi sebesar 1% melalui peralihan bahan bakar, efisiensi produksi hingga program impas karbon (carbon offset) sebagai upaya kontribusi pada pembangunan berkelanjutan.
Komitmen ini merupakan representasi upaya perusahaan menurunkan emisi dari sektor energi dan Industrial Process and Product Uses (IPPU) sebesar 15.8% pada 2030 dan mendukung aspirasi emisi nol bersih (net zero) Indonesia tahun 2060.
Selain melakukan dekarbonisasi internal (di tataran operasional dan model bisnisnya), MIND ID memegang peranan penting dalam mempercepat transisi menuju ekonomi hijau, di mana industri dan msyarakat akan lebih banyak memakai energi dan produk yang ramah lingkungan.
Sebagai "raja mineral" di Indonesia, MIND ID menghasilkan produk-produk yang keberadaannya sangat fundamental dalam aktivitas Green Economy, berupa material penting untuk membangun industri baterai listrik dan pembangkit energi terbarukan.
Produk-produk apa saja? Jika mengacu pada laporan berjudul Minerals for Climate Action: The Mineral Intensity of the Clean Energy Transition (2020), Bank Dunia memperkirakan akan ada lonjakan permintaan mineral tertentu ketika seluruh dunia berpacu melakukan dekarbonisasi.
Logam-logam mineral yang dinilai paling diperlukan dalam program dekarbonisasi (baik melalui industri baterai listrik, pembangkit listrik berbasis EBT, hingga penangkapan emisi karbon) yang berjumlah 17 buah, mulai dari aluminium hingga seng.
![]() |
Dari ke-17 mineral tersebut, yang paling banyak dipakai dalam program dekarbonisasi adalah tembaga (copper) dan nikel. Tembaga dipakai di semua industri pembangkitan listrik dan penangkapan karbon, yang berjumlah 10 lini. Sementara itu, nikel dipakai di 9 lini.
Kabar baiknya, kedua mineral tersebut dihasilkan oleh Bumi Pertiwi yang dikelola MIND ID. Tembaga dihasilkan oleh Freeport sementara nikel dihasilkan oleh Antam. Bisa dibilang, MIND ID adalah raja dari kedua produk mineral tersebut.
Sejalan dengan perkiraan Bank Dunia, Freeport melaporkan peningkatan produksi tembaga tahun lalu, yakni mencapai 1,34 miliar pon atau 607.813 ton. Ini merupakan tingkat produksi tertingginya sejak tahun 2011 dan setara dengan 3% produksi tembaga di seluruh dunia.
Sementara itu, Antam memproduksi bijih nikel sebanyak 11 juta metrik ton basah (wet metric ton/WMT) pada tahun 2021. Sejak dahulu kala, Antam merupakan perusahaan yang menghantarkan Indonesia menjadi negara dengan produksi nikel terbesar di dunia. Dari 2,4 juta ton nikel yang diproduksi di seluruh dunia, sejuta ton di antaranya berasal dari Indonesia.
Oleh karena itu, tidak berlebihan kiranya jika MIND ID memegang kunci penting dalam program dekarbonisasi Indonesia, dan dunia. Produk-produk yang mereka hasilkan sangatlah relevan dalam upaya akselerasi menuju Green Economy.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mind ID Ungkap Strategi Dekarbonisasi di Sektor Pertambangan