Situasi Makin Ngeri, 5 Negara Eropa Ini Sudah 'Teriak' Krisis
Jakarta, CNBC Indonesia - Negara-negara di Eropa kini tengah terancam krisis energi. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Badan Energi Internasional (IEA) Fatih Birol kepada Der Spiegel yang dikutip kembali oleh Reuters.
Menurutnya, negara di kawasan tersebut terancam kekurangan stok bahan bakar pada musim panas tahun ini akibat pasar minyak dunia yang makin ketat. "Ketika musim liburan utama dimulai di Eropa dan AS, permintaan bahan bakar akan meningkat. Kemudian kita bisa melihat kekurangan: misalnya dengan solar, bensin, atau minyak tanah, khususnya di Eropa," tuturnya.
Birol juga memperingatkan bahwa krisis energi saat ini jauh lebih besar daripada guncangan minyak pada 1970-an. Selain itu, kekurangan bahan bakar kali ini berpotensi berlangsung lebih lama.
"Saat itu hanya tentang minyak. Sekarang kita mengalami krisis minyak, krisis gas, dan krisis listrik secara bersamaan," tambahnya.
Adapun, kekhawatiran tersebut datang di tengah langkah drastis Uni Eropa yang menjatuhkan sanksi kepada Rusia berupa embargo minyak. Sebanyak 90% pasokan minyak Negeri Beruang Merah ke Benua Biru akan dihentikan.
Berikut daftar negara-negara yang berada dalam krisis energi akibat perang Rusia-Ukraina, dihimpun dari berbagai sumber:
1. Swedia
Badan Energi Swedia telah mengumumkan "peringatan dini" soal pasokan gas di negara itu. Ini merupakan status siaga pertama akan situasi krisis, diikuti "peringatan" untuk level lebih tinggi dan "darurat" untuk level sangat tinggi.
Swedia sendiri menjadi salah satu negara yang sangat bergantung pada gas Rusia. Di sisi lain, Rusia mulai mengurangi pasokannya ke Eropa, termasuk ke Swedia.
"Swedia dan Denmark memiliki pasar gas dan zona keseimbangan bersama, di mana situasi pasokan Denmark sangat penting bagi Swedia," kata badan tersebut dalam sebuah pernyataan.
"Oleh karena itu Badan Energi Swedia telah memutuskan untuk mencerminkan keputusan Denmark pada tingkat krisis."
2. Jerman
Jerman berencana untuk menyalakan pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU). Hal ini terjadi karena situasi pasar gas yang memburuk akibat pembatasan pasokan gas Rusia.
Menteri Ekonomi Robert Habeck memperingatkan bahwa situasinya akan "sangat ketat di musim dingin". Apalagi, jika negara itu tidak melakukan tindakan pencegahan untuk membendung kekurangan pasokan.
Karenanya, negeri itu akan mengkompensasi pengurangan pasokan gas Rusia dengan meningkatkan pembakaran batu bara. Padahal sebelumnya Jerman berkomitmen "membuang" bahan bakar fosil paling intensif karbon itu.
"Itu menyedihkan, tetapi hampir diperlukan dalam situasi ini untuk mengurangi konsumsi gas. Kami harus dan kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk menyimpan gas sebanyak mungkin di musim panas dan musim gugur," kata Habeck dikutip CNBC International, Senin (20/6/2022).
"Tangki penyimpanan gas harus penuh di musim dingin. Itu yang menjadi prioritas utama," tambahnya.
Fasilitas penyimpanan Jerman saat ini berada pada kapasitas sekitar 56%. Namun situasi menjadi tak menentu kala perusahaan gas Rusia, Gazprom, yang biasa menyalurkan gas melalui pipa Nord Stream 1 di Jerman membatasi pasokan dengan menyebut "masalah teknis".
(RCI/dhf)