
Ganjar Pranowo, PDIP & Rayuan Menggiurkan Dari NasDem

Jakarta, CNBC Indonesia - Rapat Kerja Nasional Partai Nasional Demokrat di Jakarta telah berakhir pekan lalu. Akan tetapi, dinamika politik yang menyertai selepas rakernas kian dinamis.
Ini tidak terlepas dari munculnya nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai salah satu bakal calon presiden dari partai itu. Ganjar bersanding dengan dua sosok lain, yaitu Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal TNI Muhammad Andika Perkasa dan Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Anies Baswedan.
Kemunculan sosok Ganjar tentu menarik lantaran sebagai kader PDIP, dirinya belum memperoleh sinyal dukungan dari partainya. Bahkan, sejumlah elite PDIP melontarkan kalimat-kalimat keras kepada Ganjar.
Ketua Bappilu PDIP Bambang Wuryanto menyatakan PDIP tak akan mendukung Ganjar pada Pilpres 2024. Dia menegaskan PDIP hanya akan mengusung Puan Maharani yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPR RI.
Anggota Fraksi PDIP DPR RI Trimedya Panjaitan menyebut Ganjar kemlinthi atau sok. Dia menilai Ganjar tidak menghormati Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang punya wewenang menentukan capres.
PDIP menjadi satu-satunya partai yang memiliki tiket emas pada Pilpres 2024. Dengan modal 22,26% kursi di DPR RI, PDIP bisa mencalonkan presiden tanpa dukungan partai lain.
Sementara, pada 16 Juni 2022, Ganjar telah merespons dinamika Rakernas Partai NasDem ketika dirinya masuk bursa calon presiden di Pilpres 2024.
"Saya terima kasih mendapatkan kehormatan itu, tapi saya PDIP," kata Ganjar kepada wartawan di sekolah PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pekan lalu.
Ganjar lantas melontarkan guyon saat ditanya kemungkinan dirinya dipinang partai lain di Pilpres 2024.
"Apa lamaran-lamaran? Memangnya mau nikah. Partainya PDIP, markasnya PDIP kok," kata Ganjar.
Peneliti Charta Politika Indonesia Ardha Ranadireksa berpendapat Ganjar tak akan mudah terpengaruh rayuan NasDem. Dia mengatakan Ganjar adalah kader tulen PDIP yang akan manut dengan perintah Megawati.
Selain itu, menurutnya, Ganjar akan merugi secara elektoral jika membangkang dari PDIP. Survei Charta Politika pada Juni 2022 merekam sebagian calon pemilih Ganjar merupakan pemilih PDIP pada Pemilu 2019.
"Dari seluruh pemilih PDIP, 62,5% memilih Ganjar. Ketika nanti misalnya berlabuh ke partai lain, saya pikir 62,5% ini juga akan berkurang. Tidak serta-merta pendukung Ganjar akan ikut," kata Ardha saat dihubungi CNNIndonesia.com.
Ardha mengatakan jalan terbaik bagi Ganjar saat ini adalah menunggu. Menurutnya, belum ada koalisi yang kokoh yang bisa Ganjar gunakan untuk beralih dari PDIP.
Sementara itu, ada kemungkinan saga Ganjar mirip dengan Jokowi pada Pilpres 2014. Saat itu, PDIP memutuskan mengusung Jokowi pada waktu akhir.
"Ketika nama Jokowi dikeluarkan sebagai calon, ada boosting terhadap elektabilitasnya. Kita tidak menyangka PDIP tiba-tiba mencalonkan Pak Jokowi," ucapnya.
Analis Politik Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago juga mengatakan opsi terbaik Ganjar adalah menunggu restu PDIP.
Pangi meyakini PDIP akan mengusung Ganjar pada 2024. Dia menyampaikan PDIP butuh elektabilitas tinggi Ganjar untuk memenangkan Pemilu 2024.
"Nanti ujungnya [PDIP] akan menyerah tanpa syarat melihat realitas politik bahwa elektabilitas Ganjar bagus, enggak bisa terbendung lagi. Tentu Puan harus menyatakan mundur," kata Pangi.
Pangi berpendapat akhir cerita Ganjar akan mirip dengan Jokowi pada 2014. PDIP akan memberikan restu pada detik-detik akhir.
Dia menilai PDIP akan rugi besar jika mempertahankan ego mengusung Puan. Menurutnya, elektabilitas Puan tak akan mampu memenangkan PDIP.
"Bencananya ada pada PDIP. PDIP itu bisa diselamatkan hanya dengan Ganjar hari ini," ujar Pangi.
"Kalau misalnya Prabowo-Puan, enggak masuk akal, sama saja memberi jalan kepada Gerindra. Orang akan berpikir Prabowo adalah Gerindra, Gerindra adalah Prabowo. Itu bunuh diri untuk PDIP," imbuh dia.
![]() |
Representasi tiga kekuatan politik
Ihwal langkah NasDem memunculkan tiga kandidat bakal capres, Direktur Eksekutif Institute of Democracy & Strategic Affairs Indostrategic A. Khoirul Umam menilai ketiganya merepresentasikan tiga basis kekuatan politik, yakni segmen Islam, nasionalis dan militer. Tiga kekuatan itu merupakan tiga basis kekuatan yang menjadi penyangga utama politik Indonesia sejak era kemerdekaan.
"Artinya, peluang kepemimpinan nasional ke depan memang tidak akan lepas dari tiga elemen tersebut," kata Umam kepada CNBC Indonesia seperti dikutip Senin (20/6/2022).
Dia lantas mengutarakan tantangan yang dihadapi ketiga bakal capres.
"Anies masih punya PR besar untuk meyakinkan soliditas pendukungnya di internal NasDem. Khususnya, publik akan menguji seberapa kompetitif level elektabilitas Anies setelah tidak menjadi gubernur DKI Jakarta di akhir 2022 ini," katanya.
Sedangkan Ganjar, menurut Umam, masih membutuhkan kepastian restu politik Megawati di tengah keroposnya dukungan elite PDIP.
"Nasdem sendiri harus bisa mengatur langkah komunikasi politiiknyq agar tidak dituding sebagai partai pembajak kader dari partai lain. Jika kesalahpahaman itu tidak terkelola, maka bisa mengganggu hubungan NasDem dan PDIP ke depan," ujarnya.
Bagaimana dengan Andika?
Menurut Umam, elektabilitas Andika sendiri relatif masih rendah. Memang, setelah langkah NasDem ini elektabilitas Andika bisa terdongkrak.
"Namun, basis popularitasnya yang masih terbatas itu perlu dipantau, khususnya setelah Andika pensiun dari jabatan Panglima TNI. Terlepas dari itu, ijtihad politik NasDem untuk mencapreskan Andika ini jangan sampai mengganggu konsentrasinya sebagai panglima TNI yang harus menjaga netralitas dan independensi politik TNI secara kelembagaan," kata Andika.
Berita selengkapnya >>> Klik di sini
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi, Ganjar, dan Arah Koalisi PDIP Pada Pilpres 2024