Jurus Tim Sri Mulyani Kelola Utang di Tengah Goncangan Dunia
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi global saat ini dihantui dengan ketidakpastian, tak terkecuali Indonesia. Pengelolaan utang menjadi salah satu yang disoroti, sebab banyak negara gagal dan terjerat krisis.
Bagaimana Indonesia?
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Luky Alfirman mengatakan dalam dua tahun terakhir, kebutuhan pembiayaan pemerintah sangat tinggi dikarenakan pandemi covid-19 memukul jatuh perekonomian Indonesia.
Maka dari itu, defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dilebarkan hingga mencapai 6% terhadap produk domestik bruto (PDB). Kini pandemi telah mereda, perlahan defisit APBN diturunkan.
Dalam proses tersebut, ekonomi dunia dihadapkan dengan guncangan baru, yaitu pengetatan kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) dan sederet negara lain ditambah perang Rusia dan Ukraina yang memperburuk pasokan energi dan pangan di berbagai belahan dunia.
Hal ini menyebabkan risiko baru bagi pembiayaan. Maka dari itu, tim Sri Mulyani Indrawati menekan defisit anggaran lebih rendah. Sehingga tidak ada ketergantungan berat terhadap dana di pasar.
"Defisit fiskal kita APBN kita tuh bisa lebih rendah dari 4,85% PDB," ungkapnya dalam program Investime CNBC Indonesia, Rabu (15/6/2022).
Beruntung Indonesia mendapat anugerah dari kenaikan harga komoditas internasional, seperti batu bara, nikel, bauksit, hingga minyak kelapa sawit. Indonesia merupakan salah satu produsen utama dari sederet komoditas tersebut.
Maka dari itu, dampak positifnya terlihat dari ekspor, neraca pembayaran, cadangan devisa, keuntungan perusahaan hingga tambahan penerimaan untuk negara. Total yang didapat tahun ini diperkirakan mencapai Rp 420 triliun.
"Salah satu berita baiknya dengan adanya kenaikan harga komoditas yang cukup tinggi harga minyak harga komoditas, seperti batubara, sawit dan sebagainya itu ternyata juga berdampak kepada membaiknya sisi penerimaan kita," ujarnya.
"Jadi kalau kita lihat sampai dengan 4 bulan pertama sampai bulan April yaitu mengalami surplus, itu sangat jarang APBN bisa surplus sampai dengan 4 bulan pertama ini," terang Luky.
Pemerintah bisa saja mengambil langkah pengurangan penarikan utang secara drastis. Namun harus dipahami, bahwa ada persoalan lain yang mengancam lonjakan inflasi di tanah air. Sehingga opsinya adalah menambah subsidi energi dan bantuan sosial demi menjaga daya beli masyarakat.
Sisa pembiayaan, kata Luky adalah tetap menerbitkan surat utang namun melihat dengan cermat kondisi pasar. Di samping itu pemerintah mencari dukungan dari lembaga multilateral, di mana biaya yang ditanggung nanti tidak semahal apabila harus masuk ke pasar.
"Kita mencari dukungan support dari lembaga multilateral," pungkasnya.
(mij/mij)