Lockdown Shanghai Dibuka, Ekspor RI Bisa 'Terbang'?
Jakarta, CNBC Indonesia - Relaksasi penguncian wilayah di Shanghai mulai dilaksanakan per awal bulan ini, setelah empat hari berturut-turut di akhir Mei kota yang jadi episentrum covid-19 terbaru melaporkan tidak ada kematian dan penambahan kasus baru berada di level terendah sejak awal Maret.
Lockdown super ketat yang dilakukan China di kota Shanghai selama nyaris dua bulan menghantam ekonomi global yang sebelumnya sudah terpuruk oleh pandemi dan konflik di Eropa Timur, dan menyebabkan kekacauan pada rantai pasok global.
Tidak hanya itu, ekonomi China juga melambat tajam pada bulan April dan Mei karena penguncian Shanghai. Aktivitas manufaktur masih terkontraksi dalam tiga bulan terakhir, dengan bulan April menjadi yang terburuk dalam dua tahun.
Kondisi tersebut juga ikut memberikan dampak negatif bagi Indonesia, mengingat China merupakan mitra dagang utama.
Meski data Badan Pusat Statistik (BPS) baru mencatat kinerja ekspor hingga bulan Maret tahun ini, kinerja ekspor RI ke China di dua bulan setelahnya diprediksi ikut terdampak, mengingat penguncian wilayah sepenuhnya baru mulai dilakukan pada bulan April.
Johannes Edward selaku Chief Strategy Officer Steel Pipe Industry of Indonesia, kepada CNBC Indonesia TV awal Mei menyebut bahwa ekspor baja Tanah Air dapat terganggu oleh kebijakan tersebut, selain juga akibat kondisi suboptimal bahan baku di dalam negeri.
Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Direktur Utama PT Samudera Indonesia Tbk. (SMDR), Bani Maulana Mulia yang menekankan posisi vital pelabuhan Shanghai yang tidak hanya terbesar di China, melainkan juga terbesar di dunia.
Meski demikian pukulan tersebut tampaknya dapat diredam, karena meski di dalam kota Shanghai penguncian wilayah dilakukan secara ketat, untuk aktivitas di pelabuhan Xi Jinping hanya membatasi dari sisi kapasitas operasi. Akan tetapi, tetap saja hal tersebut membuat pusing warga dunia.
Tahun ini ekspor RI ke China kembali pulih setelah melambat tajam dari posisi puncak di Oktober 2021 dan jatuh dalam pada Januari tahun ini.
Jika dibandingkan secara tahunan, selama kuartal pertama tahun ini ekspor RI ke China naik 28% menjadi total US$ 13,08 miliar. Sedangkan dibandingkan kuartal sebelumnya nilainya berkurang nyaris seperempat.
Bulan Maret lalu, RI mencatatkan kinerja ekspor bulanan terbaik dalam lebih dari empat tahun. Ekspor tersebut melonjak 46% dari bulan sebelumnya dan naik 44% secara tahunan.
Komoditas ekspor utama RI
Berdasarkan data BPS, dua sektor utama yang menjadi tulang punggung ekspor RI ke China adalah bahan bakar mineral (kode HS 27) dan lemak dan minyak hewani atau nabati (kode HS 15). Keduanya menyumbang nyaris 30% dari total ekspor RI ke China tahun ini.
Selain itu komoditas ekspor utama lainnya termasuk bijih logam (kode HS 26), besi dan baja (kode HS 73), aluminium (kode HS 76) dan timah (kode HS 80).
Secara total enam komoditas yang disebutkan di atas menyumbang lebih dari sepertiga total ekspor RI ke China kuartal pertama tahun ini. Dengan pertumbuhan terbesar terjadi di timah yang pada Februari naik nyaris 2.500% dari bulan sebelumnya, dan pada Maret kembali tumbuh 9% lebih.
Ekspor timah RI ke China dalam tiga bulan pertama tahun ini juga tumbuh signifikan secara tahunan atau naik 1.678% dari kuartal pertama 2021 sebesar US$ 11,60 juta menjadi US$ 206,30 juta.
Dicabutnya aturan penguncian wilayah di Shanghai, tentu akan membantu menggenjot kinerja ekspor yang tampaknya akan melemah dua bulan terakhir, meski data bulan April dan Mei belum dirilis secara resmi oleh BPS. Jika mampu bangkit, komoditas ekspor unggulan RI transaksinya tentu diharapkan naik dan mampu berkontribusi pada ekonomi riil di masing-masing sektor.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(fsd/luc)