Buntut Panjang UAS Ditolak Singapura, Menteri Buka Suara
Jakarta, CNBC Indonesia - Buntut penolakan Ustadz Abdul Somad (UAS) oleh otoritas Singapura masih panjang. Menteri Hukum dan Dalam Negeri Singapura, K. Shanmugam, juga memberi komentar terbaru Senin (23/5/2022).
"Khotbah Somad memiliki konsekuensi dunia nyata," katanya dikutip dari Straits Times.
Sebagai contoh, kata Shanmugam, ada seorang anak berusia 17 tahun yang ditahan di bawah Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri pada Januari 2020. Remaja itu diketahui telah menonton ceramah UAS tentang bom bunuh diri lewat YouTube, dan mulai percaya bahwa pelaku bom bunuh diri adalah martir.
Ia juga mengutip contoh-contoh terbaru dari pernyataan pendukung UAS di media sosial sejak pengkhotbah ditolak masuk ke Singapura minggu lalu. Ini, menggambarkan ancaman langsung yang dibuat.
"Bahasanya, retorikanya, seperti yang Anda lihat, sangat memecah belah, sama sekali tidak dapat diterima di Singapura," kata Shanmugam.
"Kerukunan ras, agama, kami menganggap (ini) mendasar bagi masyarakat kami dan sebagian besar warga Singapura menerima itu."
Singapura menolak masuk ustadz kondang tersebut saat menyambangi Negeri Singa, 16 Mei lalu. Ia hendak ke Singapura melalui Terminal Feri Tanah Merah dari Batam, Indonesia.
UAS kemudian diwawancarai petugas imigrasi. Setelah itu ia dan kelompoknya ditolak masuk ke Singapura dan ditempatkan di feri kembali ke Batam pada hari yang sama.
"Somad dikenal menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi, yang tidak dapat diterima di masyarakat multi-ras dan multi-agama Singapura," kata Kementerian Dalam Negeri Singapura dalam siaran persnya.
"Misalnya, Somad telah mengkhotbahkan bahwa bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel-Palestina, dan dianggap sebagai operasi 'syahid'."
"Dia juga membuat komentar yang merendahkan anggota komunitas agama lain, seperti Kristen, dengan menggambarkan salib Kristen sebagai tempat tinggal 'jin (roh atau setan) kafir'. Selain itu, Somad secara terbuka menyebut non-Muslim sebagai 'kafir'," tambah MHA.
Singapura juga menegaskan masuknya pengunjung ke negara itu bukan otomatis. Setiap kasus akan dinilai berdasarkan kemampuannya sendiri.
"Sementara Somad berusaha memasuki Singapura dengan pura-pura untuk kunjungan sosial, Pemerintah Singapura memandang serius siapa pun yang menganjurkan kekerasan dan atau mendukung ajaran ekstremis dan segregasi. Somad dan teman perjalanannya ditolak masuk ke Singapura," katanya.
Jumat lalu, para pendukung UAS juga berkumpul di luar kedutaan Singapura di Jakarta dan konsulat jenderal Singapura di Medan. Mereka memprotes keputusan menolak masuk UAS dan menyerukan permintaan maaf dari Singapura.
(tfa/sef)