
Makin Banyak Orang Korea Ogah Punya Anak, 'Resesi Seks'?

Jakarta, CNBC Indonesia - Korea Selatan (Korsel) menjadi salah satu dari sejumlah negara yang sedang mengalami fenomena 'resesi seks' dalam beberapa tahun terakhir.
Resesi artinya kemerosotan. Adapun dalam istilah ekonomi, resesi dipakai saat terjadi pertumbuhan negatif dua kuartal berturut-turut dalam satu tahun. Resesi seks sendiri merujuk pada turunnya mood pasangan untuk melakukan hubungan seksual, menikah, dan punya anak.
Resesi seks kini muncul sebagai dampak dari sejumlah persoalan. Pandemi Covid-19 juga menjadi salah satu biang keladi yang mengganggu rencana pasangan untuk menikah dan menjadi orang tua.
Di Korsel, fenomena resesi seks makin banyak dilakukan pasca munculnya sebuah kelompok feminis radikal yang mendukung hal tersebut. Kelompok itu bernama bernama '4B' atau 'Four No's'.
Menurut laporan kantor berita, Four No's sendiri merupakan kepanjangan dari 'no dating, no sex, no marriage, and no child-rearing', yang artinya adalah tidak berkencan, tidak melakukan seks, tidak menikah, dan tidak memiliki atau mengasuh anak.
Kelompok tersebut berisikan kumpulan wanita yang menolak sistem sosial patriarki yang kaku dan bersumpah untuk tidak menikah, punya anak, atau bahkan berkencan dan berhubungan seks.
Menurut data satu dekade lalu, hampir 47% wanita Korea yang lajang dan belum menikah mengatakan bahwa mereka menganggap pernikahan itu perlu. Namun sejak 2018, jumlahnya turun menjadi 22,4%.
Sementara itu, jumlah pasangan yang menikah merosot menjadi 257.600 pasangan saja, turun dari 434.900 pernikahan pada tahun 1996. Akibat hal ini, Korsel terancam menghadapi bencana demografis yang membumbung tinggi.
Saat ini, tingkat kesuburan total di Korsel turun menjadi 0,98 pada tahun 2018. Persentase ini jauh di bawah 2,1% yang dibutuhkan untuk menjaga populasi tetap stabil.
Pemerintah memperkirakan populasi Korsel yang saat ini di angka 55 juta, akan turun menjadi 39 juta pada tahun 2067. Pada tahun itu, setengah dari populasi negara tersebut akan berusia 62 tahun atau lebih.
Resesi seks bisa dinilai bisa membawa dampak besar pada ekonomi suatu negara, seperti yang diungkapkan analis politik dan ekonomi Jake Novak dalam penelitiannya yang dimuat CNBC International.
Dalam analisisnya, Jake mengatakan resesi seks dan menurunnya pernikahan mengindikasikan bahwa kaum milenial juga akan menunda aspek-aspek kedewasaan lainnya seperti membeli rumah atau mobil, yang mana akan menyumbang perlambatan ekonomi.
(tfa/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Resesi Seks Nyata di Korsel, Tingkat Kesuburan Paling Rendah!