Kondisi China Bikin Was-was, RI Bergantung Pangan Impor Ini

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
19 May 2022 18:00
Warga berbelanja sayuran di pasar basah pada 17 Mei 2022 di Shanghai, China. Shanghai pada dasarnya telah memutus transmisi komunitas COVID-19 di 15 distrik dan meluncurkan rencana tiga fase untuk memulihkan produksi dan kehidupan normal. (Foto oleh Tian Yuhao/via Getty Images)
Foto: Warga berbelanja sayuran di pasar basah pada 17 Mei 2022 di Shanghai, China. Shanghai pada dasarnya telah memutus transmisi komunitas COVID-19 di 15 distrik dan meluncurkan rencana tiga fase untuk memulihkan produksi dan kehidupan normal. (Foto oleh Tian Yuhao/via Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Memburuknya ekonomi China membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati was-was. Mengingat Indonesia sebagai salah satu mitra dagang, banyak mengimpor bahan pangan dan konsumsi dari China.

Seperti diketahui, otoritas China mengumumkan pertumbuhan ekonomi pada Kuartal I-2022 hanya mencapai 4,8% (year on year/yoy), lebih buruk dari yang diperkirakan oleh banyak analis.

China kembali menerapkan penguncian wilayah atau lockdown akibat meningkatnya penularan virus corona atau Covid-19. Hal itu membuat penjualan ritel di negeri panda ini anjlok hingga 11,1% (yoy) pada April 2022.

Selanjutnya, produksi industri turun 2,9% dan sektor manufaktur turun hingga 4,6% yang dipengaruhi oleh anjloknya penjualan otomotif dan peralatan.



Sri Mulyani khawatir terhadap tingkat inflasi di tanah air, karena pasokan bahan pangan dan konsumsi banyak diimpor dari China. Jika produksi di China terhambat, dampaknya pasokan pangan di Indonesia bisa langka, dan berimbas terhadap kenaikan harga.

Diperparah adanya gejolak Rusia dan Ukraina yang masih menimbulkan ketidakpastian. Dampaknya dirasakan banyak negara, termasuk Indonesia. Mulai dari lonjakan harga energi yang memicu kenaikan inflasi.

"China lockdown lama untuk kota sebesar Shanghai. Tadinya para pembuat kebijakan terutama di sisi moneter menganggap inflasi temporer karena demand cepat supply tertinggal bentar," jelas Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Kamis (19/5/2022).

"Namun diharapkan supply akan mengejar, makanya seluruh dunia kebijakan moneter tertinggal dengan tidak menaikkan suku bunga acuan tahun lalu," kata Sri Mulyani melanjutkan.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pangsa impor nonmigas Indonesia pada April 2022 banyak berasal dari China atau 27,65% dengan nilai mencapai US$ 5,11 miliar.

Penambahan nilai impor pada April 2022 banyak disumbang dari impor sayuran yang mencapai US$ 63,6 juta atau meningkat 111,8% dibandingkan Maret 2022. Nah, China merupakan salah satu negara yang paling banyak memasok sayuran ke Indonesia.

Selain sayuran, Indonesia juga banyak memasok bahan pangan lain dari China pada April 2022, seperti cabai, bawang putih, minyak goreng nabati, teh, dan tembakau.

Secara rinci, berdasarkan data BPS, pada April 2022, volume impor cabai dari China sebanyak 319,8 ton, dengan nilai US$ 697.709. Bawang putih sebanyak 64.961 ton, dengan nilai US$ 75,46 juta.

Selanjutnya, pada April 2022 volume impor minyak goreng nabati dari China sebanyak 7.771 ton, dengan nilai US$ 569.989. Komoditas teh dengan volume sebanyak 32 ton, dengan nilai US$ 255.570. Serta volume impor tembakau dari China sebanyak 6.482,8 ton, dengan nilai US$ 27,9 juta.


(cap/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani: Dunia Kini Fokus Memantau China

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular