Petani Sawit Makin Menjerit Usai Jokowi Larang Ekspor CPO

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
Selasa, 10/05/2022 20:27 WIB
Foto: Pekerja memuat tandan buah segar kelapa sawit untuk diangkut dari tempat pengumpul ke pabrik CPO di Pekanbaru, provinsi Riau, Indonesia, Rabu (27/4/2022). (REUTERS/Willy Kurniawan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani terus anjlok setelah momen lebaran pasca kebijakan larangan ekspor CPO sejak 26 April 2022 oleh Presiden Jokowi. Sebagai contoh, sebelumnya harga TBS di Riau berdasarkan penetapan pemerintah pada 26 April lalu berkisar di angka Rp 3.919/Kg.

Namun, di kalangan petani hanya Rp 1.950/Kg. Artinya ada perbedaan mencapai Rp 1.969/Kg. Kini, harganya makin tidak karuan setelah lebaran.

"Harga pada turun. Harga penetapan juga sudah turun di kisaran Rp 2800/kg di Riau. Tapi di petani turun ada yang Rp1.600-an," kata Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Indonesia, Mansuetus Darto kepada CNBC Indonesia, Selasa (10/5/22).


Ia menduga salah satu penyebabnya karena harga CPO dunia juga tengah turun saat ini. Kemudian dugaan lainnya karena tangki produsen sudah mulai penuh setelah intensitas produksi menurun pada lebaran.

"Kalau tangki penuh sebenarnya ada tanda tandanya, petani nggak bisa supply lagi ke pabrik. Kalau sekarang situasinya masih produksi dan supply masih normal hanya saja harganya yang agak turun," sebut Darto.

Berdasarkan penetapan harga TBS pemerintah saat ini, harganya variatif mulai dari Rp 2.100 hingga Rp 2.600an. misalnya di Riau TBS umur 3 tahun dihargai paling murah sebesar Rp 2.210,58/Kg. Sementara yang paling mahal berusia 25 tahun dengan nilai Rp 2.636,36/Kg. Sementara di kalangan petani di bawah Rp 2.000/Kg.

Akhirnya petani yang dirugikan. Selama ini, jalur rantai pasok TBS Harus melewati tengkulak, Darto menilai pemerintah harusnya bersikap tegas dengan mendorong pembuatan kelembagaan petani mandiri yang berpihak pada petani.

"Kalau soal harga sawit ini kan di petani swadaya sudah berlangsung lama Sejak tahun 80 an petani swadaya itu nggak terhubung dengan pabrik. Petani nya rata rata jual ke tengkulak. Perbedaan harga juga sudah sejak dulu ada disparitas harga 10-25%. Terus, kebijakan sekarang makin memperbesar disparitas harga hingga 40-60%," sebut Darto.

"Aturannya sudah benar di pementan No 1 tahun 2018, perusahaan wajib beli buah dari petani melalui kelembagaan. Tapi ini gak jalan di lapangan," lanjutnya.


(hoi/hoi)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Kejagung Sita Rp 11,8 T Dari Korupsi Fasilitas Ekspor CPO