
Rusia Perkirakan Produksi Minyaknya Anjlok 17% Tahun Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Rusia memperkirakan produksi minyaknya akan turun sebesar 17% pada 2022 ini. Hal tersebut terungkap dari dokumen Kementerian Ekonomi Rusia yang dilihat Reuters, Rabu (27/04/2022).
Berdasarkan dokumen tersebut, seperti dikutip dari Reuters, produksi minyak Rusia diperkirakan turun menjadi sekitar 8,68 juta barel per hari (bph) - 9,5 juta bph atau sekitar 433,8 juta - 475,3 juta ton pada 2022 dari 524 juta ton pada 2021.
Ekspor minyak dan gas bumi juga diperkirakan turun pada tahun ini, menurut dokumen tersebut.
Seperti diketahui, sejak Rusia menyerang Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu, sejumlah negara Barat memberikan sanksi kepada Rusia, termasuk larangan mengimpor minyak asal Rusia.
Sejumlah negara telah resmi melarang pembelian minyak asal Rusia, seperti Amerika Serikat, Australia, Inggris, dan Kanada. Namun tidak demikian dengan Uni Eropa. Masih banyaknya negara di Eropa yang bergantung pada minyak Rusia membuat negara-negara Eropa ini belum secara resmi mengungkapkan melarang pembelian minyak Rusia.
Jerman misalnya, bank sentral Jerman memperingatkan bahwa penghentian tiba-tiba impor gas dari Rusia dapat menyebabkan jatuhnya output ekonomi Jerman. Ini juga menyebabkan melonjaknya inflasi.
The Deutsche Bundesbank memperingatkan akhir pekan lalu bahwa embargo gas alam Rusia dapat menyebabkan ekonomi Jerman turun 5% dari target yang diharapkan tahun ini. Hal tersebut berpotensi mendorong Jerman ke dalam resesi sembari ikut mendorong harga konsumen yang juga telah naik signifikan.
Bundesbank pun menyebut dampak ekonomi Jerman dari penghentian pembelian minyak, gas, dan batu bara Rusia dapat menelan biaya 180 miliar euro (US$ 195 miliar). Ini setara dengan Rp 2.798 triliun (asumsi kurs Rp 14.350/US$).
Namun demikian, sejumlah perusahaan migas asal Eropa memutuskan untuk menghindari dan bahkan menghentikan pembelian minyak asal Rusia ini, antara lain BP Inggris, ENI asal Italia, Equinor Norwegia, Galp Portugis, Neste Finlandia, Repsol Spanyol, Shell Belanda, dan TotalEnergies Prancis.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Berisiko Tinggi Alami Tumpahan Minyak dari Kegiatan Migas