
Serangan Balik Putin Setop Gas 2 Negara Eropa, Jerman Juga?

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Rusia Vladimir Putin benar-benar merealisasikan ancamannya. Rusia bahkan memutus gas ke dua negara Eropa yang dianggap tak bersahabat dan menolak membayar dalam mata uang rubel.
Ini terjadi ke Polandia dan Belgia. Pengumuman diberikan BUMN Rusia, Gazprom, ke operator gas kedua negara, PGNiG dan Bulgaria.
"Pada 26 April 2022, Gazprom memberi tahu PGNiG tentang niatnya untuk sepenuhnya menangguhkan pengiriman ...pada 27 April," kata PGNiG.
"Bulgargaz menerima pemberitahuan hari ini, 26 April, bahwa pasokan gas alam dari Gazprom akan dihentikan mulai 27 April," kata Kementerian Ekonomi Bulgaria.
Sejak awal Maret, Putin memang mengeluarkan daftar negara "musuh" dan menegaskan akan memberi pembalasan. Akhir Maret, ia mengumumkan rencana pembayaran minyak dan gas Rusia dengan mata uangnya rubel.
Semua yang berkontrak pun, wajib membuka rekening di Gazprombank dan melakukan yang akan dikonversi menjadi rubel. Putin lalu mengancam akan memutus pasokan gas jika permintaan tidak dipenuhi sepenuhnya.
Keputusan terbaru Rusia ini diyakini bisa melumpuhkan energi di kedua negara tersebut. Sama seperti kebanyakan Eropa lain, dua negara itu memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap gas Rusia.
Kontrak pasokan gas Polandia dengan Gazprom adalah sebesar 10,2 miliar meter kubik (bcm) per tahun. Ini mencakup sekitar 50% konsumsi nasional.
Namun pejabat pemerintah mengatakan penyimpanan gas Polandia sebesar 3,5 bcm adalah 76% penuh. Mereka meyakinkan tidak perlu memutus pasokan ke pelanggan atau melakukan penjatahan saat ini, untuk mengatasi penghentian pasokan Gazprom.
Dibanding Polandia, Bulgaria sebenarnya lebih tergantung ke gas Rusia. Namun, kontrak operatornya dengan Gazprom sebenarnya akan berakhir akhir tahun.
Ini memenuhi lebih dari 90% kebutuhan gasnya dengan impor Gazprom sekitar 3 bcm per tahun. Dengan fasilitas penyimpanan gas sekitar 18% dari kapasitas, negara perlu bertindak cepat untuk memastikan keamanan energinya.
"Mengingat ketergantungan berlebihan Bulgaria pada gas Rusia, penghentian impor gas menimbulkan tantangan serius bagi keamanan pasokan ke negara itu," kata Martin Vladimirov dari lembaga think-tank Center for the Study of the Democracy yang berbasis di Sofia.
"Pemotongan pengiriman ke kelompok konsumen yang tidak penting termasuk industri berat tidak dapat dikesampingkan," katanya.
Vladimirov mengatakan Bulgaria harus segera memulai pembicaraan kerjasama dengan Yunani. Termasuk dengan pemasok LNG alternatif seperti Qatar, Aljazair dan Amerika Serikat (AS) untuk memastikan kebutuhan gas negara.
Meskipun masih ada cadangan, namun keduanya harus cepat mengambil langkah antisipasi. Sebab hal tersebut dapat membuat harga energi menjadi mahal sehingga menyebabkan inflasi yang tinggi. Lebih jauh, dapat menyebabkan krisis energi sebab penggunaan gas sebagai bahan baku pembangkit listrik.
Setelah pemotongan gas Rusia ke Polandia dan Bulgaria, harga gas acuan Eropa melonjak 11% menjadi 103,21 Euro per MMBTU. Dalam setahun terakhir harga telah melambung 382% yoy.
Lalu adakah negara lain yang akan menyusul?
Tak hanya Bulgaria dan Polandia, negara-negara lain di Eropa juga berpotensi memiliki nasib pemotongan pasokan aliran gas dari Rusia jika tidak menuruti skema yang diajukan oleh Putin. Setidaknya, ini dikatakan kepala analisis gas di perusahaan intelijen data ICIS, Tom Marzec-Manser.
"Ini adalah tembakan peringatan seismik oleh Rusia," katanya.
"Polandia memiliki sikap anti-Rusia dan anti-Gazprom selama beberapa tahun. Ini tidak berlaku untuk Bulgaria, tapi melihat Bulgaria juga terputus merupakan perkembangan tersendiri."
Namun negara mana belum diketahui. Tapi yang jelas Jerman misalnya, sepertinya akan aman dari hal tersebut, mengingat Uniper UN01.DE- importir utama Jerman untuk gas Rusia- telah menyanggupi membayar dengan rubel.
Sebelumnya, Jerman meneriakkan ancaman kehancuran ekonomi jika mematikan semua gas dari Rusia. Menurut Agora Energiwede, sebuah think tank Jerman, negara itu bergantung 55% pada gas dan 34% pada minyak Rusia dan telah membayar US$ 23,3 miliar, berdasar data Center for Research on Energy and Clean Air (CREA).
"Mematikan pasokan gas Rusia akan menghancurkan ekonomi Jerman," tulis CNBC International mengutip Menteri Negara Tobias Lindnen.
"Strategi kami adalah mengurangi pasokan gas secepat mungkin tetapi dengan cara yang berkelanjutan," ujarnya.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Panas Lagi! Eropa Warning Rusia, Siap-siap Gas Jadi Korban
