'Durian Runtuh' Migas Diklaim Gak Cukup Nombok Subsidi BBM

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Senin, 25/04/2022 19:35 WIB
Foto: Infografis/RI Habiskan Ratusan Triliun Demi Subsidi Energi Setiap Tahun/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyebut bahwa lonjakan penerimaan negara dari sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) tetap tidak akan mencukupi untuk menambal kekurangan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) tahun ini.

Deputi III Bidang Koordinasi Pengembangan Usaha BUMN, Riset, dan Inovasi Kemenko Perekonomian Montty Girianna mengatakan bahwa penerimaan negara dari sektor hulu migas tidak akan mencukupi untuk mengimplementasikan kebijakan subsidi silang. Sekalipun, imbuhnya, negara mendapat 'durian runtuh' dari komoditas energi hingga Rp 100 triliun.

"Nggak cukup, kita hitung-hitungan misalnya ada windfall, pajak dan PNBP dari migas mungkin Rp 100 triliun. Sedangkan kita lihat kenaikan ICP sampai US$ 100 per barel. Itu kan butuh tambahan sekitar Rp 270 triliun. Jadi, kalaupun ada windfall Rp 100 triliun itu masih kurang," katanya dalam acara Energy Corner Squawk Box CNBC Indonesia, Senin (25/4/2022).


Menurut Montty, windfall profit dari sektor energi memang akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk negara. Namun demikian, jumlahnya masih kurang jika harus untuk menambal beban subsidi yang bengkak.

"Memang mesti ada naiknya itu berapa, itu yang menjadi concern, karena baru selesai pandemi," katanya.

Oleh sebab itu, menurutnya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengusulkan agar kenaikan harga BBM hingga LPG 3 kg perlu dilakukan. Pasalnya, masih banyak pekerjaan rumah yang juga harus ditanggung oleh APBN.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Law and Economic Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai bahwa pemerintah seharusnya bisa menahan selisih harga keekonomian Pertalite dan LPG 3 kg dengan harga pasar internasional saat ini. Apalagi, pemerintah juga baru saja mendapat cuan besar dari kenaikan harga komoditas seperti batu bara dan kelapa sawit.

"Pemerintah bisa menahan selisih harga keekonomian Pertalite dan LPG 3 Kg melalui mekanisme subsidi silang hasil windfall penerimaan negara dari ekspor minerba dan perkebunan," ujar dia kepada CNBC Indonesia, Kamis (7/4/2022).

Bhima memproyeksi saat ini pemerintah sedang mengalami lonjakan pendapatan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sekitar Rp 100 triliun akibat naiknya harga komoditas ekspor. Dengan demikian, tidak menjadi masalah bagi pemerintah menahan kenaikan barang kebutuhan pokok seperti LPG 3 Kg dan BBM Pertalite.

Selain itu, pemerintah juga dapat melakukan efisiensi dan penundaan pembangunan mega proyek seperti Ibu Kota Negara (IKN) sebagai pusat pemerintahan. "Tidak ada jalan lain karena urgensi saat ini adalah stabilitas harga pangan dan energi bukan pemindahan gedung pemerintahan," ujar Bhima.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebut, penerimaan negara dari sisi hulu migas pada kuartal I 2022 tercatat mencapai US$ 4,4 miliar atau sekitar Rp 62,9 triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per US$).

Jumlah penerimaan negara pada kuartal I 2022 ini telah mencapai 44% dari target penerimaan negara tahun ini sebesar US$ 9,95 miliar.

Hal tersebut diungkapkan Kepala SKK Migas Dwi Seotjipto saat konferensi pers, Jumat (22/04/2022).

"Penerimaan negara cukup besar di Q1 2022 sudah mencapai 44% dari target setahun jadi US$ 4,4 miliar," ungkapnya.

Dia menyebut, penerimaan negara ini tak terlepas dari lonjakan harga minyak. Dia menyebut, harga rata-rata minyak mentah Brent pada Maret mencapai US$ 112,46 per barel, bahkan sempat menyentuh US$ 127,98 per barel pada 8 Maret 2022 lalu.

Sementara asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 ditetapkan sebesar US$ 63 per barel.

Begitu juga dengan harga gas alam cair (LNG). Harga gas global kini juga mengalami peningkatan hingga di atas US$ 25 per juta British thermal unit (MMBTU).


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Jurus Pemerintah Perkuat Konsumsi Warga RI - Atasi Masalah PHK