Terungkap! Penyebab Jerman Teriak Ekonominya Bakal Hancur

Lidya Julita, CNBC Indonesia
Sabtu, 23/04/2022 21:30 WIB
Foto: Orang-orang berbaring di tanah untuk melambangkan orang-orang yang tewas dalam perang di Ukraina selama demonstrasi menentang invasi Rusia ke Ukraina, di depan gedung Reichstag di Berlin, Jerman, Rabu, 6 April 2022. (AP/Markus Schreiber)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang antara Rusia-Ukraina tidak hanya memberikan dampak pada kenaikan harga komoditas, tapi juga ancaman kehancuran bagi Jerman.

Jerman menyebutkan, meski tak menyukai serangan Rusia ke Ukraina, namun negaranya tak bisa berlama-lama menghentikan impor ke negara tersebut. Sebab, Jerman bergantung impor gas dari Rusia.

"Mematikan pasokan gas Rusia akan menghancurkan ekonomi Jerman," tulis CNBC International mengutip Menteri Negara Tobias Lindnen, dikutip Sabtu (23/4/2022).

"Jika kita akan menerapkan embargo gas sepenuhnya sekarang, akan ada kemungkinan yang sangat, sangat tinggi kita harus merasakan akibatnya. Kita akan meminta (gas) kembali musim dingin mendatang. Dan itu akan menjadi kemenangan bagi Putin," tambahnya.

Lindner, yang juga seorang ekonom Jerman, menambahkan bahwa mematikan pasokan gas Rusia akan berdampak buruk pada berbagai sektor ekonomi Jerman. Karenanya pihaknya kini baru di tahap mengurangi pasokan.

"Strategi kami adalah mengurangi pasokan gas secepat mungkin tetapi dengan cara yang berkelanjutan," ujarnya.



Ia menegaskan Jerman pun telah berinvestasi dalam infrastruktur pipa gas dan terminal gas alam cair. Lindner mengatakan bahwa Jerman juga mendiversifikasi struktur pasokan gasnya sehingga Berlin tidak lagi bergantung pada satu negara seperti kita sekarang dengan Rusia.

"Adalah kesalahan besar dalam sejarah kami untuk menjadi tergantung seperti kami dalam hal gas," jelasnya.

Sebelumnya, Federasi Industri Jerman (BDI), kelompok lobi bisnis utama negara itu, memang menolak boikot energi Rusia. Ini, kata mereka, akan menyebabkan konsekuensi yang tak terhitung.

Presiden BDI Siegfried Russwurm mengatakan boikot akan memiliki konsekuensi. Apalagi jaringan gas benua itu belum dirancang untuk aliran gas dari barat ke timur.

Itu pun terkait keinginan Belanda dan Belgia. Di mana keduanya mengoperasikan terminal gas alam cair (LNG) yang bisa secara teoritis menangani pasokan baru dari Amerika Serikat (AS), Qatar dan Norwegia.

Sementara itu, kepala eksekutif raksasa utilitas Jerman E.ON, Leonhard Birnbaum, mengatakan kepada program berita TV Tagesthemen bahwa, tanpa gas Rusia, ekonomi akan menderita "kerusakan besar".

"Ini harus dihindari jika memungkinkan," ujarnya dimuat DW.

Ketua Asosiasi Industri Energi dan Air Jerman (BDEW), Kerstin Andreae, mengatakan embargo akan menciptakan "tantangan besar yang hampir menghancurkan". Andreae mengatakan ini bisa menggenjot pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU), yang selama ini mulai coba dimatikan Eropa karena isu perubahan iklim.

Rumah tangga dan pengguna komersial juga harus memangkas penggunaan energi mereka. Menurut BDEW, penggunaan gas domestik dapat dipotong 15%, penggunaan komersial sekitar 10% dan penggunaan industri sebesar 8%.

Pandangan buruk juga dikatakan analis Cologne Institute for Economic Research, Michael Hüfner. Ia memperingatkan dalam opini terbarunya, embargo akan berarti "berakhirnya produksi bahan mentah" di Jerman.

Menurut Agora Energiwede, sebuah think tank Jerman, negara itu bergantung 55% pada gas dan 34% pada minyak Rusia. Menurut data Center for Research on Energy and Clean Air (CREA), Uni Eropa sendiri telah membayar US$ 23,3 miliar untuk setiap energi fosil yang diimpor dari Rusia.

Saat ini saja, karena mahalnya biaya energi di Jerman, inflasi mencapai 5,5% pada Februari. Kenaikan diyakini akan terus berlanjut.



(hsy/hsy)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Mau Damai Dengan Ukraina, Rusia Beri Syarat Penyerahan Wilayah