
Bikin Jokowi Geram, Ini Penyebab Pemda Lelet Cairkan Anggaran

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo bersama bendahara negara, Menteri Keuangan Sri Mulyani kerap kali tampak geram, akibat banyak pemerintah daerah yang tidak menyerap APBD dengan baik.
Seperti diketahui, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat, sampai dengan Februari 2022, dana APBD yang mengendap di perbankan mencapai Rp 183,32 Triliun. Provinsi DKI Jakarta menempati urutan pertama yang simpanannya paling banyak di perbankan.
Lantas, apa alasan pemerintah daerah cenderung sulit merealisasikan belanja untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya?
Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro menjelaskan ada beberapa faktor dan penyebab realisasi belanja sulit direalisasikan, yang pada akhirnya membuat dana yang mengendap di perbankan semakin 'gendut' alias banyak.
Salah satu faktornya, kata Suhajar yakni kegiatan fisik baru bisa dilakukan setelah selesainya kegiatan perencanaan atau Detail Engineering Design (DED).
"Sehingga kegiatan kontraktual belum dapat dilaksanakan, termasuk kegiatan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK)," jelas Suhajar dalam acara Rakornas Pelaksanaan Anggaran Tahun 2022, Rabu (13/4/2022).
Faktor lainnya yang membuat realisasi belanja sulit direalisasikan, yakni pengajuan tagihan di akhir tahun yang baru bisa dilakukan setelah selesai penyelesaian fisik 100%.
Kemudian, adanya pengadaan barang atau jasa yang belum mengajukan permohonan pembayaran atas penyelesaian fisik sesuai dengan termin, seperti yang diatur dalam perjanjian kontrak dengan pihak ketiga. Sehingga pembayaran belum dapat dilakukan hingga penyelesaian fisik sudah 100%.
Selanjutnya sisa dana penghematan atau pelaksanaan program kegiatan. Termasuk sisa Dana Transfer seperti DBH Dana Reboisasi dan DBH Cukai Tembakau yang belum digunakan.
"Realisasi belanja, khususnya pengadaan konstruksi cenderung lambat dan beberapa jenis belanja belum tercatat pada jurnal belanja," ujarnya.
Adapun banyaknya anggaran yang tersimpan di perbankan oleh pemerintah daerah, diartikan sebagai tambahan pendapatan asli daerah (PAD) dari bunga perbankan, mengingat adanya capaian dari sisi pajak dan retribusi daerah.
Selain itu belum disalurkannya bagi hasil pajak provinsi kepada kabupaten/kota, termasuk kelebihan target pajak daerah tahun 2021. Juga, adanya administrasi pertanggungjawaban keuangan sering ditunda.
Suhajar menyebutkan ada beberapa strategi utama yang dilakukan untuk percepatan realisasi pada 2022.
Misalnya pengadaan dini dapat dilakukan sejak awal. Kemudian membuat rencana kegiatan dengan penjadwalan secara periodik yaitu per bulan, per triwulan secara konsisten dan terukur.
"Kami juga melakukan percepatan realisasi dengan tidak menunda administrasi pertanggungjawaban dan penunjukan pejabat pengelola keuangan daerah," tuturnya.
Kemendagri, diklaim Suhajar akan memberikan penghargaan kepada Pemda yang tertinggi realisasi pendapatan dan belanjanya serta pemda dengan proporsi realisasi pendapatan terhadap realisasi belanja terbaik.
(cap/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article APBD Defisit Rp1,5 T, Gubernur: Sulawesi Selatan Bangkrut!