Resmi! Shehbaz Sharif Jadi PM Baru Pakistan
Jakarta, CNBC Indonesia - Pakistan kini memiliki Perdana Menteri (PM) baru. Pasca penggulingan Imran Khan lewat mosi tidak percaya, parlemen memilih pemimpin oposisi Shehbaz Sharif sebagai kepala eksekutif baru negeri itu.
Sharif adalah pemimpin partai Liga Muslim Pakistan-N dan adik dari PM tiga kali Nawaz Sharif. Ia mendapat menerima 174 dari 342 suara dalam pemungutan suara Senin (11/4/2022) waktu setempat.
Hal itu membuat dirinya akan menjabat sebagai perdana menteri sampai pemilihan umum berikutnya. Pemilu diperkirakan terjadi pada tahun 2023.
Dalam pidatonya di depan parlemen menjelang pengambilan sumpahnya, Sharif berbicara tentang persatuan di seluruh negeri. termasuk pemerintahan koalisinya.
Dia mengatakan akan memperkenalkan kenaikan 10% dalam pensiun. "Menaikkan tingkat upah minimum bulanan menjadi 25.000 Pakistani Rupee (sekitar Rp 1,9 juta) per bulan," ujar PM ke-31 Pakistan itu dikutip CNN International, Selasa.
PM India Narendra Modi memberi selamat kepada Sharif dalam sebuah posting Twitter. Ia pun menyebut penting bagi kedua negara tetangga berdamai.
"India menginginkan perdamaian dan stabilitas di kawasan yang bebas dari teror, sehingga kami dapat fokus pada tantangan pembangunan kami dan memastikan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat kami," ujar Modi.
Khan digulingkan pasca seminggu yang panas di parlemen. Hal ini terkait ekonomi.
Ia dianggap tak becus mengurus perekonomian negara di tengah pandemi Covid-19. Pakistan mencatat inflasi yang tinggi, dua digit, yang mendominasi sebagian besar masa jabatannya.
Bukan hanya itu, kebijakannya yang mengumumkan pemotongan harga bahan bakar dan listrik domestik di tengah kenaikan harga global, menjadi boomerang. Langkah ini menambah tekanan lebih lanjut pada defisit fiskal Pakistan yang selama ini memang punya masalah kronis, belum lagi neraca perdagangan.
Pekan kemarin mata uang Pakistani rupee juga jatuh ke posisi terendah dalam sejarah terhadap dolar AS. Bank sentral Pakistan, Bank Negara Pakistan, juga menaikkan suku bunga secara tajam dalam pertemuan darurat.
"Sebagian dari itu adalah situasi yang mereka warisi dari pemerintah sebelumnya dan sebagian dari itu tentu saja Covid-19" kata Shahrukh Wani, seorang ekonom di Sekolah Pemerintahan Blavatnik, Universitas Oxford, dikutip Al Jazeera.
"Tetapi ... reformasi tidak pernah dilakukan."
Dukungan militer terhadapnya juga telah hilang. Khan disebut berselisih dengan militer soal penunjukan penting dan kebijakan luar negeri.
Hal ini tercium sejak Oktober 2021. Kala itu, ketegangan sipil-militer meledak di depan umum ketika Khan mencoba mempertahankan Letnan Jenderal Faiz Hameed sebagai kepala mata-mata militer, menolak calon panglima militer Jenderal Qamar Bajwa.
Jenderal Bajwa mengajukan Letnan Jenderal Nadeem Anjum. Meski akhirnya Ajnum diangkat sebagai direktur jenderal baru di intelijen, ini telah membuat hubungan yang semula romantis menjadi renggang.
Belum lagi, keputusan Khan melakukan perjalanan dinas ke Rusia menemui Presiden Vladimir Putin kala beberapa jam setelah Moskow menyerang Ukraina. Ini membuat kritikan makin teras ke dirinya.
Khan sendiri menyerukan protes pada keputusan parlemen. Ia bahkan menyerukan ke pendukungnya untuk berdemo.
"Saya memberi tahu semua pendukung saya di seluruh Pakistan, pada hari Minggu, setelah salat Isya, Anda semua harus keluar dari rumah Anda dan memprotes secara damai terhadap pemerintah impor yang mencoba untuk berkuasa," katanya dalam sebuah pidato akhir pekan.
Ia juga meyakini mosi tidak percaya di parlemen adalah konspirasi yang dipimpin Amerika Serikat (AS). Menurutnya ada surat diplomatik AS yang memperingatkan untuk mencopotnya sebagai PM.
(sef/sef)