Usul! Beli Pertalite Pakai Kartu Member, Untuk yang Berhak

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Senin, 11/04/2022 11:15 WIB
Foto: SPBU Pertamina (CNBC Indonesia/ Muhamaad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tengah berupaya membenahi konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya kepada BBM subsidi seperti halnya BBM RON 90 atau Pertalite. Pembenahan dilakukan agar pemakaian BBM subsidi tersebut lebih tepat sasaran.

Diketahui bahwa saat ini pemerintah dan badan usaha seperti PT Pertamina (Persero) tengah membahas mengenai penyaluran BBM subsidi yang dilakukan secara tertutup tak lagi subsidi per komoditas atau terbuka.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro menilai bahwa data untuk mengklasifikasikan masyarakat yang berhak menerima subsidi atau tidak masih terus dilakukan pemerintah. Namun demikian, dia menyarankan supaya pemerintah melakukan uji coba dengan basis data yang ada saat ini terlebih dulu.


"Ini harus dimulai kemudian disempurnakan. Kalau ini dilakukan sebetulnya di market nanti hanya ada satu harga. Seperti kita pergi ke supermarket, masyarakat yang mendapat subsidi cukup mendapatkan kartu member jadi kalau mengakses ada potongan harga tapi yang tertera di SPBU harganya sama," kata Komaidi kepada CNBC Indonesia dalam Energy Corner, Senin (11/4/2022).

Komaidi optimistis dengan cara seperti itu dapat menyelesaikan persoalan yang selama ini sudah mengakar terkait penyalahgunaan BBM bersubsidi. Apalagi untuk harga BBM bersubsidi dengan non subsidi saat ini memiliki perbedaan yang cukup jauh.

"Jadi selisihnya itu kan sudah cukup besar nah ini menjadi insentif bagi pihak pihak yang tidak bertanggung jawab," kata dia.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Satya W Yudha menyatakan, bahwa pihaknya juga mengusulkan agar proses distribusi BBM subsidi dapat dilakukan secara tertutup. Pasalnya, jika masih tetap menggunakan pola distribusi terbuka, di mana orang tidak dibatasi untuk membeli BBM, maka penyaluran akan selalu melebihi kuota.

"Orang gak dibatasi dia mau beli Pertalite, Pertamax, Solar subsidi atau Solar non subsidi itu pengawasannya gak bagus," ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan harga solar subsidi saat ini adalah Rp 5.150/liter, sementara solar non subsidi (Dexlite) harganya Rp 12.950/liter.

Jadi ada subsidi Rp 7.800 dalam setiap liter solar subsidi yang dijual. Sementara dalam APBN 2022, pemerintah hanya menetapkan subsidi solar Rp 500/liter. Alhasil, Pertamina harus nombok besar.

"Mekanisme hari ini untuk Solar itu ada subsidi tetap 500 rupiah per liter. Padahal selisihnya dengan harga pasar Rp 7.800 per liter. Sisa Rp 7.300 per liter dalam bentuk kompensasi yang kemudian dari sisi penetapan angkanya nanti penggantiannya berbeda, ini butuh waktu, sehingga ini yang menggerus cash flow Pertamina. Mungkin mekanisme ini perlu di-review ulang agar tidak memberatkan," tutur Nicke.

Dia menambahkan, disparitas atau perbedaan harga yang besar antara solar subsidi dengan solar non subsidi, menyebabkan adanya potensi penyelewengan solar subsidi ke sektor industri. Kondisi ini yang menyebabkan kelangkaan solar subsidi terjadi di beberapa daerah.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pertamina NRE Akuisisi 20% Saham Perusahaan EBT Filipina