Jakarta, CNBC Indonesia - Misteri keluarga Presiden Rusia setidaknya mulas terungkap. Ini pasca Eropa dan Amerika Serikat (AS) yang menyebut akan menghukum putri pemimpin 69 talun itu dengan sanksi.
Hal ini tertuang dalam proposal terbaru hukuman Moskow, sebagaimana dimuat CNN International dan CNBC. Tak hanya anak-anak Putin, sejumlah politisi, miliarder dan tokoh-tokoh yang dianggap pendukung "propaganda" juga akan disanksi.
Putin sendiri diketahui memiliki dua putri. Mereka bernama Marina dan Katerina.
Namun pelacakan soal berapa aset yang mereka miliki sangat minim, terutama di luar Rusia. Mereka juga hidup secara "rahasia" bahkan tak pernah disebut resmi pemerintahan Kremlin.
Keberadaan keduanya sempat dibuka Putin di 2015. Di mana keduanya disebut lulusan universitas di negeri itu dan mampu berbicara dalam banyak bahasa.
"Putri saya tinggal di Rusia dan hanya belajar di Rusia. Saya bangga dengan mereka," katanya kala itu.
"Mereka berbicara tiga bahasa asing dengan lancar. Saya tidak pernah membicarakan keluarga saya dengan siapa pun."
Bagaimana rupa keduanya?
Halaman 2>>
Putri tertua Putin adalah Maria Vorontsova. Ia disebut merupakan pemilik Nomenko, yang terlibat dalam sejumlah proyek investasi kesehatan.
Tak banyak data mengenai perempuan yang kerap dipanggil Masha itu. Ia merupakan buah pernikahan Putin dengan Lyudmilla, yang bercerai 2013.
Maria Vorontsova memiliki sejumlah nama alias seperti Mariya Putina atau Maria Faassen. Ia lahir tahun 1985 dan lulusan sekolah kedokteran.
Putri kedua Putin adalah Katerina Tikhonova. Ia juga latir dari pernikahan dengan Lyudmilla.
Katerina Tikhonova lahir 31 Agustus 1986 dan pernah berkuliah di Universitas Negeri Saint Petersburg State dan memiliki gelar master dalam bidang fisika dan matematika.
Mengutip Washington Post, Tikhonova diketahui memegang jabatan sebagai Wakil Direktur Institut Penelitian Matematika Sistem Kompleks di Universitas Negeri Moskow. Ia pernah muncul Juni 2021 di Konferenz Bisnis Utama Rusia.
Dalam forum itu ia berbicara soal litigasi sengketa investasi internasional. Dalam forum itu, hubungannya dengan Putin tidak disebutkan secara pasti.
Satu-satunya petunjuk adalah referensi formal moderator kepadanya dengan nama depan dan patronimiknya, Katerina Vladimirova. Dalam budaya Eropa Timur, nama Ova selalu ditambahkan di nama belakang perempuan sementara Vladimir adalah nama Putin.
Halaman 3>>
Sebenarnya bukan hanya anaknya, sebelumnya perang membuat sosok kekasih Putin terancam. Setidaknya ini dialami seorang mantan pesenam yang selama ini diyakini sebagai kekasih Presiden Rusia Vladimir Putin, Alina Kabaeva.
Pertengahan Maret lalu, wanita berusia 38 tahun itu ditarget warga kontra serangan dari Rusia, Ukraina dan Belarusia. Sebuah petisi bahkan dibuat untuk mengusir dirinya di Swiss, yang kabarnya menjadi tempat persembunyiannya pasca Rusia menyerang Ukraina.
Mengutip NDTV, petisi diluncurkan di change.org. Petisi itu sudah ditandatangani 50.000 orang.
"Sudah waktunya Anda menyatukan kembali Eva Braun dengan Führer-nya," kata seorang netizen yang menandatangani petisi mengibaratkan Kabaeva dengan istri pemimpin NAZI Adolf Hitler.
Keyakinan akan Kabaeva kekasih Putin sempat dimuat The Guardian. Saat serangan mulai dilancarkan Rusia ke Ukraina, Kabaeva diyakini dikirim ke Swiss.
"Meskipun perang saat ini, Swiss terus menjadi tuan rumah kaki tangan rezim Putin," lanjut petisi itu lagi yang dimuat dalam bahasa Jerman, Prancis, dan Inggris.
Kabaeva jarang terlihat di depan umum. Dia terakhir tertangkap kamera sedang menari di Turnamen Senam Ritmik Divine Grace di Moskow pada Desember tahun lalu.
Kabaeva pernah memenangkan emas di Olimpiade 2004 untuk senam ritmik. Ia dikenal sebagai "wanita paling fleksibel" di Rusia.
Saat ini ia menjabat sebagai Ketua Dewan Direksi National Media Group, grup media pro-Kremlin utama. Menurut Daily Mail, ia menerima gaji vampier 8 juta pounds setahun (sekitar Rp 151 miliar).
Halaman 4>>
Sementara itu, Kremlin buka suara mengenai sanksi terhadap putri dari Putin. Mereka menyatakan bahwa langkah itu merupakan hal yang membingungkan.
Dalam konferensi pers, Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan rencana penjatuhan sanksi ini telah melewati batas. Rusia menyebutnya fanatisme yang seharusnya tidak terjadi.
"Tentu saja kami menganggap sanksi ini sebagai perpanjangan dari posisi yang benar-benar fanatik pada pengenaan pembatasan," katanya dikutip Reuters.
"Bagaimanapun, garis yang sedang berlangsung untuk memaksakan pembatasan terhadap anggota keluarga berbicara untuk dirinya sendiri. Ini adalah sesuatu yang sulit untuk dipahami dan dijelaskan. Sayangnya, kita harus menghadapi lawan seperti itu."