
Alamak! Utang Negara Dunia Diramal Tembus US$ 71 Triliun

Jakarta, CNBC Indonesia - Sebuah penelitian terbaru mengatakan utang negara-negara dunia akan menembus US$ 71 triliun pada tahun ini. Hal ini diakibatkan oleh pandemi Covid-19 dan juga memanasnya situasi geopolitik dunia.
Mengutip laporan CNBC International, dalam Sovereign Debt Index tahunan kedua, manajer aset Inggris Janus Henderson memproyeksikan kenaikan 9,5% dalam utang pemerintah global. Angka ini masih didorong oleh Amerika Serikat (AS), China, dan Jepang.
"Utang negara global diperkirakan akan naik sebesar 9,5% ke rekor US$ 71,6 triliun pada tahun 2022," kata laporan itu dikutip Rabu, (6/4/2022).
"Namun, biaya pembayaran utang akan meningkat secara signifikan pada tahun 2022, naik sekitar 14,5% berdasarkan mata uang konstan menjadi US$ 1,16 triliun."
Beberapa negara pun akan merasakan dampak dari naiknya utang ini. Inggris akan merasakan efek paling tajam di balik kenaikan suku bunga dan dampak lonjakan inflasi. Ini juga diikuti dengan biaya yang terkait dengan penghentian program pelonggaran kuantitatif Bank of England.
"Pandemi memiliki dampak besar pada pinjaman pemerintah dan efek selanjutnya akan berlanjut untuk beberapa waktu. Tragedi yang terjadi di Ukraina juga kemungkinan akan menekan pemerintah Barat untuk meminjam lebih banyak guna mendanai peningkatan belanja pertahanan," kata Bethany Payne, manajer portofolio obligasi global di Janus Henderson.
Adapun, Jerman telah berjanji untuk meningkatkan pengeluaran pertahanannya menjadi lebih dari 2% dari PDB sejak serangan Rusia ke Ukraina. Ekonomi terbesar Eropa itu memberikan 100 miliar euro untuk dana angkatan bersenjatanya.
Sementara itu, hal yang sama juga dialamatkan laporan S&P Global Ratings yang diterbitkan pada hari Selasa. Pinjaman negara baru diperkirakan akan mencapai US$ 10,4 triliun pada tahun 2022. Ini hampir sepertiga di atas rata-rata sebelum pandemi Covid-19.
"Kami memperkirakan pinjaman akan tetap tinggi, karena kebutuhan rollover utang yang tinggi, serta tantangan normalisasi kebijakan fiskal yang ditimbulkan oleh pandemi, inflasi yang tinggi, dan lanskap sosial dan politik yang terpolarisasi," kata analis kredit S&P Global Ratings Karen Vartapetov.
"Dampak ekonomi makro global konflik yang sedang berlangsung diperkirakan akan memberikan tekanan lebih lanjut pada kebutuhan pendanaan pemerintah, sementara kondisi moneter yang lebih ketat akan meningkatkan biaya pendanaan pemerintah," sorot laporan tersebut.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Awas! Banyak Utang Bisa Picu Mati Muda