
Sanksi dari AS Cs untuk Rusia Ditambah, Ini Daftar Terbarunya

Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang sanksi bagi Rusia kembali menerjang menyusul dugaan pembantaian warga sipil di Bucha, Ukraina, oleh pasukan dari Negeri Beruang Merah tersebut. Hukuman dari sejumlah negara pendukung Kyiv itu diproyeksikan menambah 'derita' yang telah dialami Rusia.
Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden kembali mengumumkan sanksi tambahan yang menargetkan lembaga keuangan Rusia, serta pejabat Kremlin dan anggota keluarga mereka, Rabu (6/4/2022).
Menurut tiga orang sumber yang mengetahui masalah tersebut, paket sanksi baru akan melarang investasi baru di Rusia dan perusahaan milik negara. Sanksi dari pemimpin NATO itu sendiri sejalan dengan sekutu Uni Eropa (UE) dan negara-negara Kelompok 7 atau G7.
"Langkah-langkah ini akan menurunkan instrumen utama kekuatan negara Rusia dan menimbulkan kerugian ekonomi akut dan langsung di Rusia dan meminta pertanggungjawaban kleptokrasi Rusia yang mendanai dan mendukung perang Putin," kata sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki, dikutip CNBC International.
Psaki mengatakan tindakan genosida Rusia di Bucha berkontribusi pada keputusan untuk menjatuhkan lebih banyak sanksi.
"Sayangnya, foto-foto mengerikan yang kami lihat dari Bucha bukanlah pelanggaran pertama atas kejahatan perang atau kekejaman yang kami lihat terjadi di lapangan," katanya.
"Kami terus menilai dan membuat keputusan tentang konsekuensi tambahan dan langkah-langkah yang dapat kami lakukan," tambahnya.
Negara lain yang kembali mengumumkan sanksi untuk rusia adalah Selandia Baru. Negara di wilayah Pasifik itu akan menerapkan tarif sebesar 35% untuk semua impor dari Rusia dan akan memperluas larangan ekspor yang ada untuk produk industri yang terkait erat dengan industri strategis Rusia.
Tarif dan sanksi baru itu akan mulai berlaku pada 25 April 2022.
"Gambar dan laporan yang muncul tentang kekejaman yang dilakukan terhadap warga sipil di Bucha dan wilayah lain di Ukraina menjijikkan dan tercela, dan Selandia Baru akan terus menanggapi tindakan agresi Putin," kata Menteri Luar Negeri Nanaia Mahuta dalam sebuah pernyataan seperti dikutip Reuters.
Dia pun menegaskan pihaknya akan menempuh langkah lain di bawah UU Sanksi Rusia untuk mendukung Rusia.
Pemerintah Jepang Pada Selasa (5/4/2022) juga memperkenalkan RUU untuk menghapus tarif preferensial untuk impor makanan laut dan kayu dari Rusia sebagai bagian dari sanksi tambahan untuk invasi Rusia ke Ukraina.
Adapun, dalam laporan yang dirilis Nippon, pemerintah Jepang mengadopsi RUU untuk merevisi undang-undang tentang tindakan sementara mengenai bea cukai dan menyerahkannya ke Diet, Parlemen Jepang.
Jika undang-undang yang direvisi diberlakukan, tarif akan naik menjadi 6% dari 4% untuk kepiting, Salmon dan telur Salmon menjadi 5% dari 3,5%, dan kayu pinus parut menjadi 8% dari 4,8%.
Pemberlakuan itu akan meningkatkan biaya tarif tahunan Rusia dengan total 3,9 miliar yen.
Sementara itu, tidak akan ada perubahan status bebas bea untuk impor gas alam cair dan paladium dari Rusia.
Sebelumnya, Australia juga akan melarang pasokan, penjualan, atau transfer barang-barang mewah tertentu secara langsung atau tidak langsung ke Rusia. Larangan itu berlaku mulai 7 April 2022.
Di Eropa, sanksi untuk Rusia juga kian bertambah. Kali ini, Uni Eropa mengusulkan agar menyetop impor batu bara dari Negeri Beruang Merah tersebut. Bahkan, impor minyak mentah dari Rusia pun diwacanakan untuk disetop.
Berita tentang sanksi tambahan tersebut membuat Rusia menjadi negara dengan rekor sanksi internasional terbanyak, mengalahkan Iran dan Korea Utara. Sanksi yang telah merusak ekonomi Rusia terjadi setelah Kremlin menyerang Ukraina diperparah oleh dugaan kejahatan perang baru-baru ini terhadap warga sipil di Bucha.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan insiden genosida di Bucha merupakan kejahatan perang yang dilakukan Rusia. Saat muncul di PBB, Zelensky menyerukan pengadilan bergaya Nuremberg untuk menyelidiki dan menuntut kejahatan perang Rusia.
"Pembantaian di kota kami, Bucha, hanya satu dari banyak contoh dari apa yang telah dilakukan penjajah di tanah kami selama 41 hari terakhir," kata Zelensky.
Sejak Rusia menginvasi bekas tetangga Sovietnya pada 24 Februari, lebih dari 1.400 orang telah tewas, termasuk 61 anak-anak. Namun, PBB memperkirakan jumlah korban tewas kemungkinan lebih tinggi karena konflik bersenjata telah menunda laporan.
(tfa/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Nah Lho! Uni Eropa Terpecah Soal Sanksi untuk Minyak Rusia