
Kenaikan Harga BBM Bisa Ngerem Konsumsi Sih, Tapi Sementara

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan harga bensin Pertamax (RON 92) per 1 April 2022 lalu diperkirakan bisa menurunkan konsumsi BBM non subsidi tersebut. Namun, data menunjukkan kenaikan harga BBM hanya mampu mengendalikan konsumsi untuk sementara saja dan dalam jumlah yang kecil.
Penurunan konsumsi, misalnya, terjadi pada tahun 2005 dan 2008 di mana pada tahun tersebut, pemerintah menaikkan harga BBM cukup signifikan.
Pada tahun 2005, harga BBM dinaikkan sebanyak dua kali, termasuk bensin Premium (RON 88).
Pada Maret 2005, BBM jenis Premium dinaikkan harganya menjadi Rp 2.400 per liter dari Rp 1.810 per liter. Pemerintah kembali menaikkan harga BBM pada Oktober 2005 di mana Premium dinaikkan harganya dari Rp 1.400 menjadi Rp 4.500 per liter.
Pada periode tersebut, Premium merupakan jenis BBM yang paling banyak dipakai masyarakat Indonesia.
Merujuk pada data Kementerian Keuangan, konsumsi Premium sempat turun dari 1,51 juta kilo liter (kl) di Maret 2005 menjadi 1,49 juta kl di bulan April 2005.
Konsumsi Premium juga turun setelah pengumuman kenaikan harga di Oktober 2005. Konsumsi Premium pada November sebanyak 1,38 juta kl dari 1,51 juta kl di bulan Oktober.
Secara keseluruhan, konsumsi Premium pada 2005 menyentuh 17,13 juta kl. Konsumsi Premium menurun tipis pada tahun 2006 menjadi 16,43 juta kl. Namun, konsumsi komoditas tersebut kembali naik menjadi 17,48 juta kl di tahun 2007.
Pada Mei 2008, pemerintah menaikkan harga Premium menjadi Rp 6.000 per liter pada 24 Mei 2008. Konsumsi BBM Premium pada Juni menurun menjadi 1,55 juta kl dari 1,64 juta kl di bulan Mei.
Namun, penurunan konsumsi hanya sesaat karena konsumsinya justru melonjak tajam di Juli menjadi 1,72 juta kl.
Secara keseluruhan, konsumsi Premium pada 2008 mencapai 19,70 juta kl, lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2007 yakni 17,48 juta kl.
Pada 2014, Presiden Joko Widodo yang baru sebulan memimpin Indonesia langsung menaikkan harga BBM, termasuk Premium. Harga Premium naik signifikan dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500 per liter.
Jokowi juga mengumumkan kebijakan baru yakni per 1 Januari 2015, pemerintah menetapkan harga BBM sesuai fluktuasi harga minyak dunia. Kenaikan signifikan membuat penjualan Premium turun dari 2,67 juta kl di November menjadi 1,46 juta kl di Desember. Penjualan bensin Premium terus turun sejak 2014 karena banyak masyarakat yang beralih ke Pertalite (RON 90).
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, jebolnya kuota BBM kerap terjadi karena ada disparitas harga yang tinggi. Karena itulah, pemerintah diminta menjaga disparitas harga, sekaligus mengendalikan konsumsi. Dia juga memperkirakan penjualan Pertalite akan melonjak begitu harga Pertamax naik.
"Harga Pertamax dan Pertalite selisihnya dulu tidak terlalu jauh, tetapi sekarang sangat jauh. Saya rasa selisih harga Rp 1.000 bagus. Rasionalitas konsumen akan terjaga. Kalau hanya selisih Rp 1.000, pembeli akan memilih barang yang lebih bagus untuk mesin kendaraan mereka," tutur Fabby, kepada CNBC Indonesia.
Sebagai catatan, harga Pertamax naik per 1 April menjadi Rp 12.500 sampai Rp 13.000 per liter dari sebelumnya Rp 9.000 sampai Rp 9.400 per liter.
Sementara itu, harga Pertalite dijual dengan banderol Rp 7.650 per liter. Menurut Fabby, harga keekonomian Pertalite ada di kisaran Rp 13.000-14.000 per liter.
Pemerintah telah menetapkan Pertalite sebagai Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP), sama halnya seperti Premium sebelum tahun 2015.
Fabby mengingatkan pemerintah bisa menekan kuota Pertalite seperti mewajibkan mobil baru untuk menggunakan RON 91 ke atas. Pemerintah juga diminta untuk terus mengedukasi masyarakat akan pentingnya penghematan BBM.
"Kalau harga BBM naik, baru deh buat program tapi nanti programnya tidak berkelanjutan. Yang harus juga diingatkan itu rasionalitas konsumsi BBM. Kalau harga tinggi ya masyarakat diajak mengurangi konsumsi," imbuhnya.
Dalam catatan CNBC, pemerintah beberapa kali mengeluarkan rencana kebijakan untuk menurunkan konsumsi BBM. Namun, beberapa rencana tersebut jalan di tempat.
Pada tahun 2013, misalnya, pemerintah merencanakan sejumlah program untuk menekan konsumsi di tengah lonjakan harga minyak mentah dunia dan lonjakan konsumsi BBM.
Rencana tersebut di antaranya penggalakan pemakaian converter kit sebanyak 2000 converter kit untuk kendaraan TNI dan pemerintah serta penggunaan teknologi RFID (Radio Frequency Identification).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae)
Next Article Video: Harga Pertamax Cs Tinggi, Waspada Migrasi Ke Pertalite